Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Mulai Usaha Susu Kedelai di Usia Pensiun, Manisnya Omset Tetap Terasa

Widi Agustian , Jurnalis-Rabu, 03 April 2024 |13:20 WIB
Mulai Usaha Susu Kedelai di Usia Pensiun, Manisnya Omset Tetap Terasa
Agus Murtini memulai usaha susu kedelai saat pandemi Covid-19. (Foto: MPI)
A
A
A

BOGOR – Memulai usaha produksi susu kedelai saat pandemi Covid-19. Pasangan suami istri yang sudah pensiun tetap produktif dan menghasilkan uang.

Ibu Agus Murtini atau yang biasa disapa Ibu Mien ini mengungkapkan awal mula mendirikan usaha pengolahan kedelai tidak mudah. Banyak uji coba demi mendapatkan hasil yang terbaik.

“Nah akhirnya belajarlah, belajar di Youtube pas virus Covid. Itu kan kita dirumahkan, nah dari situ saya belajar bagaimana memanfaatkan waktu karena suami juga pensiunan TNI Angkatan Darat,” ungkap Ibu Mien di rumah yang juga dijadikan tempat produksi kedelai di Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

“Kita juga mendapat motivasi dari pimpinan bahwa kalau dulu kalian ini bapak dan ibu berjuang untuk negara, berjuang untuk membela Negara. Ketika sekarang pensiun, manfaatkan waktu yang ada itu. Bukalah usaha, cari inovasi, berkreasi, nah dari situ kita tetap produktif begitu. Karena mengisi masa pensiun itu nggak mudah Banyak orang sakit, jenuh, bosan kan ya seperti itu,” ucap dia.

Selama setahun, mulai dari tahun 2019, dia dan suaminya mencari dan merumuskan resep untuk mendapatkan hasil dari susu kedelai.

“Nah, akhirnya satu tahun sudah Saya mencoba menemukan itu dengan gramasi yang sudah paten. Buat saya sekarang sampai lima tahun. Akhirnya dari satu jenis, satu varian, kita bermacam-macam,” ungkap dia.

“Rasanya betul itu satu tahun, jadi yang jadi tester itu suami saya. Saya bikin kedelai awalnya seperempat kilogram, kemudian pak ini rasanya bagaimana? Kok kurang? Masih seret. Coba lagi, pak ini rasanya gimana? Kok nggak ada gurihnya ya? Kita cari terus, ini gimana? Cari yang creamy-creamy gitu loh mah, kata suami. Ya terus saya terus coba-coba, pokoknya kita praktik kasih tetangga. Tetangga bilang enak, padahal itu belum enak kata suami tapi tetangga bilang enak malu kali ya gitu,” jelas dia.

Kini, Ibu dan Pak Mien sudah memiliki banyak varian produk. “Sekarang susu kedelai ada katalog, ada 35 item. Ada soya brownies ada cookies botol ada cookies keeping,” kata dia.

Buah dari kerja keras selama bertahun-tahun, kini omsetnya sudah mencapai Rp5 jutaan. “Kalau awalnya dulu paling Rp2 juta hingga Rp2,5 juta per bulan. Kalau sekarang Rp5 juta,” ucap dia.

Soal permodalan, dia membocorkan jika dia memulai usaha ini dengan mengalokasikan dana dari kantongnya sebesar Rp30 juta. Selain itu, dirinya sempat mengikuti program inkubasi dari IPB dan mendapatkan dana Rp15 juta.

Terakhir, dirinya mendapatkan kucuran dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) sebesar Rp20 juta dengan tenor pinjaman selama lima tahun. “Ini pinjaman KUR pertama. Sudah jalan angsuran bulan ke tujuh,” ucap dia.

Nah, usaha pengolahan kedelai ini memasuki babak baru setelah dirinya menjalin hubungan dengan Bank BRI. Karena ternyata dia tidak hanya dikucuri pinjaman KUR, Bank BRI juga memberikan pendampingan dan pembinaan terhadap usahanya.

“Dan kita bersyukur. Begini mas, bahwa ketika saya ketemu dengan bapak kepala unitnya itu diceritakan panjang lebar bahwa usaha, memang modal itu faktor penting, tapi itu menjadi hal kedua setelah kita itu memiliki produk (yang berkualitas),” jelas dia.

Dengan demikian, dia pun memutuskan untuk memperbaiki kualitas produknya. Caranya dengan memperbaiki packaging dan mengurus legalitas dari usahanya. Nah, uang pinjaman dari Bank BRI ini yang digunakan untuk hal tersebut.

“Saya memperbaiki kemasan. Kemudian saya memperbaiki dan menambah legalitas, ya seperti Haki itu kan harus berbayar. BPOM itu sudah lengkap semua sekarang, tinggal nunggu izin edarnya,” kata dia.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement