JAKARTA - Terungkap kasus pencucian uang terbesar di Singapura. Nilai kasus tindak pidana pencucian uang mencapai USD2,2 miliar atau setara Rp33 triliun yang diperoleh dari aktivitas kriminal di luar negeri.
Bagaimana orang-orang ini beberapa di antaranya memiliki paspor dari Kamboja, Vanuatu, Siprus, dan Dominika—dapat tinggal dan melakukan aktivitas perbankan di Singapura selama bertahun-tahun tanpa pengawasan?
Insiden ini memicu peninjauan kembali kebijakan, dengan bank-bank dengan memperketat aturan, terutama bagi klien yang memiliki banyak paspor.
Singapura seringkali disebut sebagai "Swiss-nya Asia" dan mulai menarik perhatian bank dan pengelola kekayaan pada tahun 1990-an.
Singapura pun menjadi surga bagi bisnis asing berkat hukum yang ramah investor, pembebasan pajak, dan insentif lainnya. Saat ini para orang ultra-kaya dapat terbang ke terminal jet pribadi Singapura, hidup mewah di kawasan tepi pantai yang megah, dan berspekulasi di bursa perdagangan berlian pertama di dunia.
Tepat di luar bandara terdapat brankas keamanan maksimum bernama Le Freeport yang menyediakan penyimpanan bebas pajak untuk karya seni, permata, anggur, dan barang berharga lainnya. Fasilitas senilai US$100 juta ini (Rp1,6 triliun) kerap dijuluki Fort Knox-nya Asia.
Lebih dari separuh kantor keluarga Asia—perusahaan yang mengelola kekayaan pribadi—kini berada di Singapura, berdasarkan laporan konsultan raksasa KPMG dan konsultan kantor keluarga Agreus.
Mereka termasuk kantor keluarga pendiri Google Sergey Brin, miliarder Inggris James Dyson, dan Shu Ping warga negara China-Singapura, bos rantai restoran hotpot terbesar di dunia, Haidilao.
Mengutip dari BBC Indonesia, kejadian pencucian ini bukan pertama kalinya bank-bank yang berbasis di Singapura terlibat dalam kejahatan keuangan. Mereka ditemukan berperan dalam pencucian uang lintas batas dalam skandal 1MDB, di mana miliaran dolar disalahgunakan dari dana investasi negara Malaysia.
Dan Tan, yang pernah digambarkan Interpol sebagai pemimpin sindikat pengaturan skor paling terkenal di dunia juga memiliki hubungan bisnis yang kuat dengan Singapura. Dia ditangkap di sana pada tahun 2013.
Negara ini memiliki aturan ketat yang menargetkan kejahatan kerah putih dan merupakan anggota aktif Gugus Tugas Tindakan Keuangan (FATF), sebuah badan global yang menargetkan pencucian uang dan pendanaan untuk jaringan teror.
Selama bertahun-tahun, bank telah berinvestasi besar-besaran untuk memperkuat kepatuhan guna menyaring calon nasabah dan mendesak regulator untuk melaporkan transaksi mencurigakan. Tapi tidak ada yang sempurna.
Pertama-tama, sulit bagi regulator untuk menemukan kasus mencurigakan di lautan transaksi bernilai tinggi.
"Ini bukan hanya satu jarum dalam tumpukan jerami, tetapi satu jarum dalam beberapa tumpukan jerami," ujar Menteri Dalam Negeri Kedua Singapura, Josephine Teo, kepada parlemen pada Oktober tahun lalu.