Jadi, selama 10 tahun ini pemerintah Jokowi sudah mendorong ekonomi utang masuk jurang sehingga harus gali lubang tgutup lubang.
Pemerintahan SBY mewarikan utang sekitar Rp2.608 triliun . Sepuluh tahun berikutnya jumlah utang mencapai Rp8.338 triliun, naik tiga kali lipat dengan pembayaran bunga yang sangat tinggi sebesar Rp497 triliun .
Beban bunga utang ini jauh lebih besar dari pos anggaran kementrian, sektor maupun propinsi mana pun. Jika dibandingkan misalnya dengan APBD propinsi, pembayaran utang ini 1.600% lebih tinggi total APBD rakyat Jawa Barat.
Sekaranga daya beli masyarakat turun. Target pertumbuhan ekonomi 5% sebenarnya tidak cukup untuk memulihkan daya beli tersebut. Jadi harus ada upaya reformasi sgtruktural agar tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari, yang ditargetkan 5,2%pada tahun 2025. Ini diperlukan agar ada ruang lebih untuk mendukung peningkatan penerimaan pajak.
Namun, jika daya beli masyarakat melemah atau terjadi tekanan inflasi yang tinggi, maka kemampuan masyarakat untuk membayar pajak bisa terpengaruh. Pemerintah sekasrang akan berjibaku menjaga keseimbangan antara pengumpulan pajak dan tidak memberatkan ekonomi masyarakat.
Dalam hal penerimaan pajak dan menjaga momentum ekonomi yang baik, faktor internal kementrian keuangan dan direktorat jenderal pajak ke dapan akan sangat menentukan. Kemampuan Kementrian Keuangan dan sekaligus siapa menterinya akan menjadi faktor kritis. Reformasi perpajakan mutlak perlu terus dilanjutkan, termasuk digitalisasi dan perluasan basis pajak.
Sektor apa saja yang harus digali, tidak bisa tidak adalah sektor industri (non-migas), tgermasuk jasa, sebagai tiang utama. Tetapi sektor ini melorot dan tumbuh rendah serta mengalami stagnasi bertahun-tahun karena tidak ada sentuhan kebijakan. Jika pertumbuhan sektor ini bisa tumbuh 8-10%, maka pengump;ulan pajak akan mendapat ruang yhang leluasa.
Sektor baru yang harus digali tidak lain adalah ekonomi digital dan ekonomi kreatif, termasuk sektor terlantar yakni pariwisata. Dengan berkembangnya e-commerce, fintech, dan layanan berbasis digital, sektor ini merupakan peluang besar untuk menambah penerimaan pajak melalui pengenaan pajak pada platform digital dan transaksi daring.
Guru Besar dan Ekonom Senior Indef Prof. Didik J Rachbini, Ph.D.
(Feby Novalius)