JAKARTA – Anggaran proyek Jalan Tol Yogyakarta-Bawen bengkak menjadi Rp16,7 triliun. PT Jasamarga Jogja Bawen (JJB) mengakui pembengkakan biaya alias cost overrun mengganggu kelayakan investasi dalam proyek tersebut.
Adapun, nilai cost overrun Tol Yogyakarta-Bawen naik menjadi Rp16,7 triliun dari estimasi pendanaan awal, yakni Rp10,6 triliun.
“Jadi cost overrun tadi, biaya konstruksi tentunya ini mengganggu atau mempengaruhi kelayakan investasi, di situ dulu pendekatannya,” ujar Direktur Utama JJB, A.J. Dwi Winarsa, dikutip Jumat (11/10/2024).
Berdasarkan perhitungan JJB, kenaikan biaya konstruksi tol juga berdampak buruk bagi bisnis plan JJB, selaku Badan Usaha Jalan Tol pemegang konsesi Ruas Yogyakarta - Bawen.
Tercatat, ada lima Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karya yang menjadi pemegang saham JJB. Perseroan di antaranya, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT PP (Persero) Tbk, PT Brantas Abipraya (Persero) Tbk.
“Jadi kami hitung kembali bahwa cost overrun atau kenaikan biaya konstruksi ini memang secara perhitungan bisnis plan akan mempengaruhi kelayakan investasi di kami,” paparnya.
“Karena jalan tol ini kan merupakan investasi, konsepnya investasi, jadi kami menghitung kembali bisnis plan kami dan dalam rangka mengembalikan kelayakan,” lanjut dia.
Jasamarga Jogja Bawen, lanjut Dwi, sudah mengirim permohonan kepada pemerintah untuk memperoleh dukungan agar kelayakan investasi proyek kembali sesuai dengan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT).
“Ada empat, yang pertama adalah penyesuaian tarif, kemudian ada perpanjangan masa konsesi, kemudian dukungan konstruksi, itu tadi seksi 3-4 (ruas Tol Jogja - Bawen),” ucap Dwi.
“Saya sampaikan bahwa seksi 3-4 ini sekarang kami memohonkan, sedang berproses, untuk bisa dikerjakan oleh pemerintah konstruksinya, pengoperasinanya tetap di kami, di samping nanti ada penyesuaian tarif khusus yang kami mintakan,” lanjutnya
Terdapat sejumlah faktor yang jadi biang kerok pendanaan proyek strategis nasional (PSN) di sektor infrastruktur tersebut melonjak naik ‘gila-gilaan’. Salah satunya, penambahan penetapan lokasi (penlok). Dwi Winarsa menyebut, perluasan penlok membuat biaya proyek naik menjadi Rp1,3 triliun
“Penambahan kalau boleh kami sampaikan, pertama terkait dengan instruksi, itu dulu yang perlu kami sampaikan, karena di Jogja-Bawen ini ada beberapa pekerjaan yang menjadi instruksi tambahan, contoh misalnya penlok. Itu memang menamba kurang lebih Rp1,3 triliun,” ujar Dwi.
Peralatan teknolog tinggi yang digunakan dalam pengerjaan proyek pun jadi faktor lain. Soal ini Dwi enggan menjelaskan lebih rinci. Selain itu, adanya tambahan desain konstruksi, misalnya baja single beam crane yang awalnya digunakan untuk satu kolong diperluas menjadi dua.
“Kemudian, awalnya single beam, satu saja kolongnya menjadi dua kolong, kemudian ada portal yang 52 meter, ini juga cagar biaya yang memang konstruksinya tidak boleh diganggu gitu ya, sehingga ini juga berdampak,” paparnya.
Faktor lain, lanjut Dwi, setiap area penting di jalan tol baik sisi kiri dan kanan harus ada clear zone atau area bebas yang dapat membantu mengurangi risiko kecelakaan lalu lintas.
“Ada juga sifat instruksi yang terkait dengan teknis, misalnya clear zoon, ada surat Pak Dirjen dalam rangka untuk mengurangi fatalitas atau tidak terjadi kecelakaan, itu ada surat dari Pak Dirjen, untuk bisa menyediakan satu area di kiri kanan jalan tol,” ucap dia.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)