Jakarta,Okezone - Penyesuaian tarif PPN yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan mulai berlaku 1 Januari 2025. Penyesuaian tarif PPN 12 persen ini, menuai perhatian dan kekhawatiran masyarakat terutama dari kalangan menengah ke bawah. Terlebih di tengah meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di berbagai sektor.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Pemerintah menyatakan bahwa akan menjamin daya beli masyarakat tetap stabil imbas penyesuaian tarif PPN menjadi 12 persen. Ketika daya beli terjaga, maka permintaan terhadap barang dan jasa pun akan terjaga. Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Febrio Kacaribu menjelaskan, dengan daya beli yang terjaga maka permintaan terhadap barang dan jasa akan terjaga.
“Ketika daya beli terjaga, maka permintaan terhadap barang dan jasa terjaga. PHK saat ini lebih banyak disebabkan oleh permintaan ke penyedia barang lain, bukan karena berkurangnya daya beli. Pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0%. Dampak kenaikan PPN ke 12% terhadap pertumbuhan ekonomi tidak signifikan,” ujar Febrio dalam keterangannya.
Febrio mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0 persen. Menurutnya, dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen terhadap pertumbuhan ekonomi tidak berdampak signifikan. Pertumbuhan ekonomi 2025 akan tetap dijaga sesuai target APBN sebesar 5,2 persen.
Menanggapi kekhawatiran penurunan daya beli di tengah meningkatnya PHK di berbagai sektor, Pemerintah telah menyiapkan paket insentif ekonomi untuk melindungi daya beli masyarakat dan mendukung sektor usaha, terutama UMKM dan industri padat karya.
Bagi pekerja di sektor padat karya, insentif yang diberikan pemerintah akan mencakup potongan Pajak Penghasilan (PPh 21) bagi pekerja dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan, serta potongan 50 persen iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) selama Januari-Juni 2025.