JAKARTA - Kenapa HGB-SHM bisa terbit di wilayah laut? Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Nusron Wahid mengakui bahwa lokasi pagar laut misterius sepanjang lebih dari 30 kilometer di perairan Tangerang, Banten, telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB).
Hal ini memicu pertanyaan besar tentang bagaimana sertifikat tersebut bisa diterbitkan di wilayah laut yang seharusnya tidak termasuk dalam kategori lahan darat.
Diketahui, HGB adalah hak yang diberikan kepada individu atau badan hukum untuk mendirikan dan memiliki bangunan di atas lahan yang bukan miliknya. Dalam sistem hukum agraria Indonesia, HGB biasanya diterbitkan untuk jangka waktu tertentu, yaitu 30 tahun, dan dapat diperpanjang hingga 20 tahun.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (20/1), Nusron membenarkan adanya sertifikat yang berseliweran di kawasan pagar laut sebagaimana yang muncul di banyak media sosial.
Nusron menjelaskan bahwa berdasarkan data, ada 263 bidang tanah di kawasan pagar laut yang telah memiliki sertifikat HGB. Dari jumlah tersebut, 254 bidang diketahui dimiliki oleh dua perusahaan besar yang berbeda. Namun, ia tidak menyebutkan secara rinci identitas perusahaan tersebut.
Kenapa HGB SHM Bisa Terbit di Wilayah Laut?
Pengamat Perkotaan, Elisa Sutanudjaja mengungkapkan dugaan bahwa sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diterbitkan di pesisir utara Tangerang mungkin mengikuti mekanisme yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 3/2024.
Peraturan ini mengatur rekonstruksi atau reklamasi tanah musnah, yang merupakan tanah yang telah berubah bentuk akibat peristiwa alam dan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Artinya, penerbitan sertifikat HGB atau Sertifikat Hak Milik (SHM) di wilayah laut dapat terjadi jika ada kegiatan reklamasi atau perubahan status tanah yang mengarah pada pemanfaatan lahan yang sebelumnya tidak dapat dipergunakan secara konvensional.