Sedangkan dari sisi operasional, Meidy mengatakan kebijakan pemerintah soal penggunaan B40 juga akan menambah beban para pelaku usaha. Sebab bahan bakar baru itu tentu punya harga yang berbeda dengan menggunakan B30 sebelumnya.
Setidaknya ada 6 komoditas yang akan mengalami penyesuaian tarif royalti, yaitu batu bara, perak, timah, tembaga, emas, dan nikel.
Adapun usulan revisi tarif untuk royalti nikel sendiri, bijih nikel naik dari sebelumnya single tarif bijih nikel 10% menjadi tarif progresif mulai 14-19% menyesuaikan harga mineral acuan.
Nikel matte naik dari single tarif 2% menjadi tarif progresif mulai 4,5% - 6,5% menyesuaikan harga acuan mineral. Sementara untuk windfall profit yang sebelumnya tambah 1%, dihapuskan. Ferronikel naik dari sebelumnya single tarif 2% menjadi tarif progresif mulai 5% - 7% menyesuaikan harga mineral acuan.
Sedangkan nikel pig iron naik dari single tarif 5% menjadi tarif progresif mulai 5% - 7% menyesuaikan harga mineral acuan.
Meidy menilai, saat ini harga komoditas khususnya nikel di pasar global juga belum mengalami kenaikan, bahkan cenderung mengalami penurunan sejak tahun 2024. Hal ini yang menurutnya belum mampu untuk mengakomodir kenaikan beban usaha imbas kebijakan baru pemerintah di tahun 2025.
"Kalau harga memang dari tahun kemarin sampai tahun ini belum ada peningkatan yang cukup berarti, tentu kita harus berpikir bahwa ujungnya kita cari cuan atau margin untuk pengusaha dan negara," kata Meidy.
"Kita masih terus berusaha memberikan masukan yang komprehensif kepada pemerintah, mengenai kenaikan royalti, apakah berdampak pada pelaku usaha tambang," pungkasnya
(Taufik Fajar)