Adapun Sri Mulyani menjelaskan bahwa penurunan penerimaan pajak bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan secara berlebihan, karena mengikuti pola yang sama seperti sebelumnya.
Dua faktor utama yang menyebabkan turunnya penerimaan pajak, yakni beberapa komoditas yang selama ini berkontribusi besar terhadap penerimaan negara, seperti batu bara, minyak, dan nikel, mengalami penurunan harga, yang berdampak pada penerimaan pajak dari sektor tersebut.
Kedua karena Faktor Administrasi Pajak seperti Implementasi kebijakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk PPh 21, yang mempengaruhi penerimaan pajak karyawan dan Kebijakan relaksasi pembayaran PPN dalam negeri, yang memberikan tambahan waktu hingga 10 Maret 2025 untuk pelaporan pajak.
"Untuk PPN deadline-nya dimundurkan dan TER kita lihat mempengaruhi PPh 21," kata dia.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan pajak hingga Februari 2025 mencapai Rp187,8 triliun, turun 30,19 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp269,02 triliun.
Namun, Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah tetap waspada, tetapi tanpa perlu menciptakan kekhawatiran yang berlebihan.
“Yuk kita jaga sama-sama ya. Jadi merespons terhadap perlambatan, tentu tetap kita waspada tanpa menimbulkan suatu alarm,” tutupnya.
(Taufik Fajar)