Iqbal menyebut, dari jumlah pelaku usaha tersebut, pelanggaran paling banyak berupa menjual Minyakita di atas harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Adapun HET minyak goreng kemasan rakyat ini di angka Rp15.700 per liter.
Pelanggaran lain yang cukup dominan adalah melakukan bundling. Sedangkan kecurangan dengan megurangi takaran Minyakita tidak begitu banyak menyeret pelaku usaha. "(Apa bentuk kecurangan?) harga di atas HET, pengurangan volume justru nggak banyak, bundling gitu,” paparnya.
"Bundling misalnya nih, Minyakita Rp15.700 dijual, tetapi ngebelinya tuh harus sama produk yang lain. Jadi seakan-akan konsumen dipaksa untuk memberikan produk lain, itu kan nggak benar, harganya juga tidak menjadi Rp 15.700,” beber dia.
Soal alasan pelanggaran, Iqbal menduga banyak pelaku usaha yang tidak memperoleh domestic market obligation (DMO).
“Bisa jadi para repacker yang mengurangi volume itu tidak mendapatkan minyak DMO. Mengapa mereka tidak mendapatkan minyak DMO? Karena ini kan tergantung produsennya nih. Mau kerja sama dengan repacker yang mana? Ini kan mekanismenya B2B dan murni skema komersial,” jelasnya.
(Taufik Fajar)