“Dari 2014 hingga 2024, pertumbuhan tahunan transaksi uang elektronik mencapai 88,3%, sementara kartu kredit dan debit hanya meningkat di bawah 10%,” tambahnya.
Di sisi lain, proporsi penggunaan uang tunai terhadap PDB semakin menurun. Pada 2023, proporsinya sekitar 40%, dan diprediksi akan turun menjadi 34% di 2030. Nailul juga menyebut bahwa fenomena ini menunjukkan semakin kuatnya adopsi pembayaran digital oleh masyarakat Indonesia.
Jika dulu masyarakat mengandalkan keluarga atau bank konvensional, kini mereka lebih memilih layanan pinjaman digital berbasis aplikasi. "Saat ini, masyarakat semakin memilih pinjaman melalui ponsel mereka. Cukup dengan beberapa klik, mereka bisa mendapatkan pembiayaan dari platform tertentu," tuturnya.
Potensi pertumbuhan layanan ini masih besar. Adopsi keuangan digital di Indonesia baru 30%, lebih rendah dibanding Vietnam yang mencapai 41%. Ini menunjukkan peluang bagi platform keuangan digital dan e-wallet untuk berkembang.
Meski memiliki prospeknya cerah, perbankan digital juga memiliki tantangan, terutama dalam literasi keuangan dan keamanan data. Sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat tetap diperlukan untuk mendorong inklusi keuangan digital yang lebih luas.
(Taufik Fajar)