Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

PSN Rempang Eco-City, Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru?

Opini , Jurnalis-Senin, 24 Maret 2025 |13:14 WIB
PSN Rempang Eco-City, Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru?
Ekonomi Baru (Foto: Okezone)
A
A
A

Sebagaimana diketahui, industri semikonduktor adalah backbone dan ‘building block’ bagi keseluruhan industri manufaktur, termasuk manufaktur kendaraan listrik. Bahkan penanak nasi listrik (rice cooker/’magic com’)  pun membutuhkan semikonduktor berupa PCB (printed circuit board) untuk mengaktifkan otomatisasi, mengontrol pemanasan, dan mengatur waktu. Selain itu, pasir silika dapat dimanfaatkan untuk campuran beton, bahan keramik, dan lainnya.

Proyek Rempang Eco-City memang harus diakui nilai strategisnya, baik dari posisi geografisnya, nilai investasinya, maupun jenis komoditas industri yang akan dihasilkannya. Bukan hanya kawasan industri yang akan atau tengah dibangun, melainkan kawasan wisata, kawasan residensial, kawasan komersial, dan perkotaan modern.

Secara geoekonomis, Proyek Rempang Eco-City berada di sekitar pusat pasar ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand) dan salah satu alur pelayaran internasional penting di dunia, yakni Selat Malaka/Selat Singapura. Lokasi tersebut juga relatif dekat dengan China. 

Bagi para pengembang/developer real estate berskala besar, berkembangnya industri manufaktur adalah peluang baru untuk pengembangan bisnis properti, baik hunian maupun fasilitas komersial. Padahal pengembang MEG (Makmur Elok Graha) sudah sejak 2004 berkomitmen untuk mengembangkan Kawasan Rempang-Galang (Relang). 

Dengan demikian hadirnya investor China untuk membangun pabrik pengolahan pasir silika, bak botol ketemu tutup. Supply ketemu Demand.

Proyek Rempang Eco-City akan menyerap sekitar 30.000 pekerja pada tahap awal hingga 2028. dan hingga 2080 diperkiralan akan menyerap 300.000 tenaga kerja. Para pekerja ini yang cepat atau lembat beserta keluarganya akan menjadi penduduk Kawasan Rempang Eco-City. 

Jika secara rerata setiap pekerja menarik dua atau tiga penduduk baru (anggota keluarga atau kerabat, khususnya anak dan suami/istri), maka Kawasan Rempang Eco-City akan berpenduduk sekitar 100.000 jelang 2030 dan akan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Setidaknya perlu disiapkan 30.000 unit permukiman pada tahap awal, baik berbentuk apartemen, rumah susun, atau rumah-rumah tapak. Demikian pula penduduk yang akan berjumlah 100.000 akan merupakan potensi demand untuk kawasan-kawasan komersial. Hotel-hotel dan restoran juga akan bertumbuh, karena turis-turis dari Singapura atau Malaysia besar kemungkinan akan berkunjung ke kawasan-kawasan wisata yang dikembangkan di Pulau Rempang.  

Pulau Rempang dengan luasan kurang lebih 17.000 hektare, sekitar 3 kali lipat luas BSD (Tangerang Selatan), akan dibangun menjadi kawasan industri, perdagangan, residensial hingga wisata, yang terintegrasi, berbasis pada konsep “Green and Sustainable City”, yang mengedepankan konservasi dan mitigasi perubahan iklim.

Namun demikian, kegiatan utama yang akan menciptakan nilai tambah berada di kawasan industry Rempang dengan memproses pasir kuarsa.  Sejak 2019 sekitar 2 juta ton pasir kuarsa telah dieskpor ke China per tahunnya. 

Pasir kuarsa di lokasi tambang di Kepulauan Riau (Kepri) hanya dihargai Rp50.000 – Rp. 100.000 per ton, dan di tangan pembeli sekitar Rp. 200.000/ton, serta harga ekspor USD 32/ton ( kadar silika  99,5%).  

Harga patokan mineral pasir kuarsa wilayah Kepri Rp250.000/ton, sedangkan di Ketapang, Kalimantan Rp26.415/ton, dan Sambas Rp66.000/ton. Sementara harga silikon (polisilikon atau ‘silicon ingot’) antara USD1500 – 3.000 per ton. Selain Pulau Rempang, potensi besar pasir kuarsa terapat di kabupaten Lingga dan Natuna, akan tetapi Pulau Rempang memiliki posisi geografis yang amat strategis. 

Artinya, pasokan bahan baku untuk kawasan industri Rempang tak akan ada masalah, dapat diperoleh dengan harga atau biaya relatif rendah dari mana saja. Bisa dari Pulau Rempang sendiri atau lokasi-lokasi lain.   

Menurut informasi berbagai sumber, untuk 1 ton produksi silikon, dibutuhkan bahan baku pasir kuarsa 3 ton, ‘reducing agent’ (‘coke’ dari batubara/minyak bumi) 1,5 ton, dan kayu bakar 1,5 ton serta listrik hingga 10.000 KWh. Jika harga pasir kuarsa dihitung US$ 10/ton, ‘coke’ US$ 200/ton, dan kayu bakar US$ 20/ton, serta listrik US$ 0,06 per KWh, maka biaya input antara (intermediate goods) sekira US$ 960/ton. 

Dengan harga ekspor MGS (metallurgical grade silicon) yang diharapkan US$ 2500/ton, maka nilai tambahnya US$ 1.540/ton  atau 160% dari nilai input antara.  Dengan kapasitas 200.000 ton/tahun, nilai tambah yang akan tercipta, khusus dari produksi silikon, ‘hanya’ US$ 308 juta/tahun. Maka, sangat kita harapkan bahwa Xinyi akan dapat memproduksi hingga 2 juta ton silikon/tahun, dengan nilai tambah US$ 3.080 juta atau Rp. 49,3 triliun per tahun, belum termasuk produk-produk lainnya.

Sektor-sektor lainnya yang akan tumbuh di Pulau Rempang terutama konstruksi, pariwisata, penyediaan listrik/air,  perdagangan, dan lainnya. Mungkin tidak berlebihan jika secara kesleuruhan, Proyek Rempang Eco-City diharapkan akan menciptakan nilai tambah Rp. 75 triliun/tahun dalam lima tahun mendatang, sehingga tidak juga berlebihan disebut ‘mesin pertumbuhan baru’.

Sebagai mesin/pusat pertumbuhan, di luar Jakarta dan Surabaya, posisi Batam sejatinya sudah disalip oleh Kabupaten Bekasi yang dimotori oleh kawasan industri Cikarang. PDRB Kota Batam (2023) hanya 1% PDB Indonesia atau sebesar Rp. 216 triliun saja. 

 

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement