Menanggapi dampak bagi pengusaha Indonesia, Shanti menyatakan bahwa KEIND melihat ini sebagai potensi peluang (blessing in disguise).
Meskipun masih terlalu dini untuk memberikan analisis mendalam, reaksi pasar awal di IHSG dan nilai tukar sedang diamati. Shanti tidak melihat ini sebagai bencana, melainkan sebagai "kesempatan yang dipaksa" (forced chance) bagi Indonesia untuk menjadi lebih kuat dan maju.
"Sekarang menjawab semua pebisnis di Indonesia dan kamar dagang KEIND ini sendiri, kami melihat justru ini mungkin ada opportunity, mungkin ini blessing in this guys. Jadi mungkin kalau sekarang kalau kami masih terlalu dini untuk kami memberikan sebuah analisa atau memberikan sebuah evaluasi karena kami belum melihat secara nyata. Dan kami di kamar entrepreneur ini melihat the real market reaction sekarang yang mungkin baru kelihatan di IHSG atau di currency, tapi perdagangan sendiri seperti apa ini membutuhkan waktu, butuh proses untuk kami bisa analisa kesana gitu," jelasnya.
KEIND memberikan beberapa saran untuk tim negosiasi Indonesia, pertama adalah fokus pada Generalized System of Preferences (GSP). Memanfaatkan skema GSP untuk produk-produk Indonesia karena dinilai dapat menciptakan manfaat timbal balik bagi kedua negara.
"Kami ingin memberikan saran misalkan kalau ini didengar oleh orang-orang yang berangkat kesana, mungkin dari KEIND sendiri adalah tolong fokus ke pasar melalui range statement of generalized system of preferential yang termasuk GSP produk-produk Indonesia, itu penting karena disini kami melihat bisa menciptakan sebuah manfaat timbal balik kedua negara," kata dia.
Kemudian mengingat kontribusi besar sektor padat karya Indonesia, pengurangan tarif untuk produk ini menjadi penting. Shanti juga menyoroti hambatan non-tarif di Indonesia seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai tidak selalu bermanfaat dan menghambat investasi asing.
"Yang kedua fokus ke pengurangan tarif produk untuk padat karya, karena indonesia juga memiliki barrier, ini bukan hanya Amerika aja, TKDN for example, sudah dari 10 tahun yang lalu itu barrier tidak membawa manfaat bagi Indonesia dan menghalang asing juga masuk," ungkap Shanti.
Selanjutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam produk ramah lingkungan yang dapat dinegosiasikan tarif khusus.
"Yang ketiga adalah untuk produk ramah lingkungan, Indonesia memiliki banyak sekali produk-produk ramah lingkungan yang mungkin bisa have a special tariff negotiation for that one," ujarnya.
Selain tarif, menurut Shanti hambatan non-tarif juga perlu dibahas karena dampaknya signifikan terhadap perdagangan.
"Yang terakhir adalah non tarif, justru saya melihat disini non tariff barrier juga harus kita bahas, non tarif juga memiliki dampak," pungkas Shanti.
(Taufik Fajar)