Investasi nonbangunan juga masih menopang pertumbuhan, tercermin dari peningkatan impor barang modal. Selain itu, ekspor nonmigas ke negara-negara ASEAN juga mencatatkan peningkatan.
Namun, BI menekankan bahwa kebijakan tarif resiprokal AS dan langkah retaliasi dari Tiongkok serta potensi respons dari negara lain dapat secara signifikan memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan.
"Ke depan, kebijakan tarif resiprokal AS dan langkah retaliasi yang ditempuh Tiongkok dan kemungkinan dari negara lain dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia," ungkap Perry.
Menyikapi potensi penurunan ini, BI menyatakan perlunya penguatan berbagai kebijakan untuk memitigasi dampak dari menurunnya prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Langkah-langkah yang perlu diperkuat antara lain mendorong permintaan domestik dan memanfaatkan peluang peningkatan ekspor ke pasar alternatif.
Bank Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial guna menjaga stabilitas ekonomi dan turut mendorong pertumbuhan, didukung dengan percepatan digitalisasi sistem pembayaran.
Selain itu, sinergi dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah Pusat dan Daerah juga akan terus dipererat, termasuk dukungan terhadap implementasi berbagai program Pemerintah dalam Asta Cita.
Meskipun pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2025 masih terjaga, proyeksi BI mengindikasikan adanya kewaspadaan terhadap dampak perang tarif global terhadap perekonomian Indonesia di sisa tahun ini.
(Feby Novalius)