JAKARTA - Penyediaan rumah untuk masyarakat menjadi prioritas saat ini. Segala sesuatu hal yang mempersulit proses KPR langsung disikapi Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Adapun yang dilakukan perubahan seperti syarat atau kriteria besaran pendapatan masyarakat rendah ( MBR ) untuk mendapatkan subsidi rumah.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah Serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan Dan Perolehan Rumah. Termasuk juga soal permasalahan Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK) yang dinilai menghambat masyarakat mendapatkan KPR Perumahan.
Okezone pun merangkum fakta-fakta menarik terkait KPR Rumah yang kini dipermudah syaratanya, Minggu (27/4/2025):
Menteri PKP Maruarar Sirait mengatakan, perubahan kriteria penerima rumah MBR ini tentunya akan meningkatkan akses masyarakat untuk memiliki rumah sekaligus.
"Hari ini saya bersama Menteri Hukum Supratman Andi Agtas serta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengumumkan adanya Peraturan Menteri PKP Nomor 5 Tahun 2025 tentang Besaran Penghasilan dan Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah Serta Persyaratan Kemudahan Pembangunan Dan Perolehan Rumah, ujar Menteri PKP Maruarar Sirait.
Menurut Menteri PKP, Peraturan Menteri PKP tersebut sudah berlaku secara nasional sejak diundangkan pada tanggal 22 April 2025. Untuk itu, dirinya meminta para pengembang perumahan dan pemangku kepentingan perumahan lainnya untuk ikut mensosialisasikan peraturan tersebut kepada masyarakat luas
Selain itu juga telah ditetapkan Keputusan Menteri PKP tentang Pencabutan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Nomor 22/KPTS/M/2023 Tentang Besaran Penghasilan Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Batasan Luas Lantai Rumah Umum dan Rumah Swadaya.
Peraturan Menteri PKP ini disusun untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan masyarakat rendah (MBR) terhadap kemudahan pembangunan dan perolehan rumah dengan melakukan penyesuaian besaran pendapatan maksimal MBR.
Sebagai informasi, ruang lingkup Peraturan Menteri ini terdiri atas Besaran Penghasilan MBR, Kriteria MBR dan Persyaratan Kemudahan Pembangunan dan Perolehan Rumah bagi MBR. Sedangkan Besaran Penghasilan Per Bulan Paling Banyak ini dibagi berdasarkan 4 zonasi wilayah.
“Semoga dengan adanya peraturan dan kebijakan baru ini masyarakat Indonesia khususnya MBR lebih mudah dalam memperoleh rumah,” katanya.
Zona 1: Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi),
Sumatera, Nusa Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat
A. Umum:
Tidak Kawin Rp8.500.000
Kawin Rp10.000.000
b. Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp10.000.000
Zona 2: Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali
a. Umum:
Tidak Kawin Rp9.000.000
Kawin Rp11.000.000
b. Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp11.000.000
Zona 3: Papua, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya
a. Umum:
Tidak Kawin Rp10.500.000
Kawin Rp12.000.000
b. Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp12.000.000
Zona 4: Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi
a. Umum:
Tidak Kawin Rp12.000.000
Kawin Rp14.000.000
b. Satu Orang Untuk Peserta Tapera Rp14.000.000.
Ara mendapatkan keluhan dari pengembangan terkait permasalahan Sistem Layanan Informasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (SLIK OJK) yang dinilai menghambat masyarakat mendapatkan KPR Perumahan.
"Kami mengajak pengembang dan perbankan untuk berdiskusi langsung dengan OJK terkait SLIK ini. Sebab masih banyak pengembang yang menyampaikan bahwa ada masyarakat yang ingin memiliki rumah namun terganjal SLIK," ujar Menteri PKP.
Guna mencari solusi bersama atas permasalahan tersebut, Menteri PKP mengajak para Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan seperti REI, APERSI, Himperra, Apernas, Apernas Jaya, Asprumnas dan Pengembang Indonesia dan perwakilan Bank Mandiri, BNI, BRI, BSI, BTN dan Bank BJB untuk bertemu dan berdiskusi langsung dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Yusuf Ateh.
Pertemuan ini dilaksanakan sebagai tindak lanjut atas masukan para pengembang yang mengalami masalah ketika banyak konsumen yang harusnya bisa memiliki rumah dengan KPR bersubsidi namun terganjal SLIK OJK.
"Kementerian PKP sebagai fasilitator tentunya harus bisa mengajak semua pihak untuk duduk bersama dan mencari atas masalah ini. Apalagi saat ini pemerintah ingin kemudahan akses masyarakat untuk memiliki rumah," katanya.
(Feby Novalius)