Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa Jargas menghasilkan energi yang lebih murah, aman, stabil, dan bersih. Hal ini tentunya selaras dengan agenda transisi energi yang dicanangkan pemerintah. Agar program ini berhasil perlunya beberapa langkah strategis.
“Pertama, harus ada keberpihakan anggaran untuk mendukung pembangunan infrastruktur Jargas. Pembiayaan dari APBN perlu ditingkatkan. Kedua, kebijakan yang lebih menarik bagi sektor swasta juga sangat diperlukan, tidak hanya yang bergerak di sektor migas, tetapi juga dari sektor lain seperti properti. Keterlibatan sektor swasta diharapkan dapat mempercepat pembangunan infrastruktur Jargas di perumahan dan rumah susun,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa keberhasilan program Jargas hanya dapat terwujud dengan komitmen dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pembangunan jaringan gas (jargas) diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada impor LPG dan memperkuat kedaulatan energi nasional.
Dia menyampaikan, LPG dalam kondisi yang memprihatinkan karena konsumsi nasional mencapai 8 juta ton per tahun. Sedangkan kapasitas produksi hanya mencapai 1,7 juta ton.
"Menyangkut gas, gas itu 8 juta ton per tahun konsumsi kita. Industri LPG kita itu hanya 1,7 juta ton, selebihnya kita impor. Jadi impor kita 6-7 juta ton," ujar Bahlil.
Dengan kondisi itu, Bahlil mengungkapkan bahwa program ke depan yang akan dilakukan adalah segera membangun industri gas untuk kualitas gas yang bisa dikonversi ke LPG C3 atau propanan dan C4 atau butana.
Dia mengaku bahwa pihaknya sudah hitung dengan SKK Migas dan Pertamina, dimana kurang lebih sekitar 1,5 juta sampai 2 juta ton yang bisa diproduksi. Sedangkan sisanya akan dipasok melalui Jargas.
"Nah saya kebetulan menganut mazhab kedaulatan harus kita lakukan, berdiri di kaki sendiri untuk mengelola sumber daya alam kita. Itu mazhab saya," tegas Bahlil.
(Dani Jumadil Akhir)