"Rp300.000 per bulan dibandingkan dengan rata-rata pendapatan sekitar Rp3 juta itu berarti sekitar sepuluh persen dari total pendapatan mereka. Nah itu signifikan terhadap spending mereka,” ujar Menteri Keuangan.
Sri Mulyani juga menilai bantuan ini penting dalam menjaga daya beli pekerja, terutama ketika harga pangan dan biaya hidup meningkat, yang cenderung lebih tinggi dari tingkat inflasi umum.
“Ketika harga barang-barang pangan itu meningkat, dengan tingkat yang seperti tadi ya yang di atas 3 persen itu kan sangat memberatkan bagi kelompok-kelompok miskin dan juga kelompok rentan miskin. Maka kalau ada tambahan pendapatan 10 persen dari total pendapatan mereka, Tentu saja akan besar artinya bagi kelompok tersebut. Jadi jelas akan bermanfaat,” katanya.
Meski efektif, Josua mencatat bahwa kebijakan BSU ini masih terbatas dari segi durasi maupun jumlah penerima. Harapan ke depan, pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan cakupan baik dari jumlah penerima maupun durasi pemberian bantuan.
"Harapan ke depan tentunya pemerintah dapat mempertimbangkan perluasan cakupan baik dari jumlah penerima maupun durasi pemberian bantuan, mengingat kelompok pekerja informal yang juga sangat membutuhkan perlindungan sosial masih belum tercakup secara maksimal dalam skema ini," ujar Josua.
Menkeu Sri Mulyani juga memberikan catatan serupa terkait durasi waktu dan jenis bantuannya, menyarankan adanya kebijakan yang bisa menciptakan pendapatan yang lebih permanen.
“Catatannya tentu saja durasi waktu. Setelah Juli bagaimana, karena ini sifatnya memberikan umpan bukan pancing. Tapi yang lebih dibutuhkan sebetulnya bagaimana caranya agar orang yang bekerja bisa menambah income secara lebih permanen,” ucap Menteri Keuangan.