JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menegaskan meskipun ketidakpastian secara keseluruhan mereda, namun intensitas masih tinggi, terutama akibat negosiasi tarif resiprokal antara Amerika Serikat dengan berbagai negara serta ketegangan geopolitik yang terus berlangsung.
Perry pun mengakui, gejolak global berdampak pada ekonomi dan pasar keuangan dunia, termasuk Indonesia. Dampak tersebut terasa dalam bulan-bulan terakhir.
"Di sinilah Bank Indonesia memberikan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah. Itu yang terus kami prioritaskan sejak dari awal tahun sekarang maupun ke depan," ujar Perry dalam pengumuman hasil RDG BI periode Juni 2025 secara virtual, Rabu (18/6/2025).
Perry mencontohkan, nilai tukar Rupiah sempat mengalami tekanan signifikan di pasar on-offshore di luar negeri, bahkan pernah berada di atas Rp17.340 per dolar AS pada 7 April lalu, hari pertama setelah Lebaran.
Namun, berkat komitmen kuat BI, intervensi di pasar offshore non-delivery forward baik di Hong Kong, Asia, Eropa, maupun Amerika terus dilakukan.
"Alhamdulillah nilai tukar sekarang berada di kisaran Rp16.200-Rp16.300. Dan komitmen kami untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah ke depan," tegas Perry.
Perry menjelaskan bahwa menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah merupakan bentuk dukungan BI terhadap kebijakan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk kesuksesan program Asta Cita.
BI berkomitmen untuk terus menjaga stabilitas nilai tukar, baik dari volatilitas harian maupun mingguan, serta memastikan kesesuaiannya dengan fundamental ekonomi.
"Dalam arti kesesuaiannya dengan arah pencapaian inflasi sesuai sasaran, arah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi juga arah untuk perkembangan fiskal, moneter, dan juga perbankan," pungkas Perry.
Dengan demikian, BI dalam hal stabilitas Rupiah akan terus dijaga selaras dengan target inflasi, pertumbuhan ekonomi, serta perkembangan sektor fiskal, moneter, dan perbankan.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup terdepresiasi pada akhir perdagangan Rabu (18/6/2025), melemah 23 poin atau sekitar 0,14 persen ke level Rp16.312 per dolar AS.
Menurut Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi, kondisi geopolitik di Timur Tengah kembali memanas, setelah tiga pejabat AS menyebutkan bahwa Pentagon memperkuat kehadiran militernya di kawasan dengan mengirim lebih banyak jet tempur serta memperpanjang masa penugasan pesawat tempur yang telah siaga di sana.
"Ketegangan memuncak setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan agar Iran menyerah tanpa syarat, menyusul serangan Israel terhadap fasilitas nuklir di Teheran pada Jumat pekan lalu," tulis Ibrahim.
Kemudian, pasar menunggu kesimpulan dari pertemuan Fed, dimana bank sentral secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tidak berubah pada 0,5%.
Tetapi para pedagang terlihat meningkatkan taruhan pada sinyal yang lebih dovish dari Fed, terutama setelah penjualan ritel yang lebih lemah dari perkiraan dan data produksi industri pada hari Selasa mendorong kekhawatiran atas ekonomi AS yang mendingin.
Fokus sekarang akan tertuju pada berapa banyak pemotongan suku bunga yang diproyeksikan oleh Ketua Fed Jerome Powell tahun ini. Powell telah mengisyaratkan laju pemotongan suku bunga yang jauh lebih lambat pada tahun 2025 setelah memangkas suku bunga secara kumulatif sebesar 1 persen hingga tahun 2024.
Selain itu, Perdana Menteri Shigeru Ishiba mengatakan negara itu belum mencapai kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat selama pertemuan puncak Kelompok Tujuh. Ishiba mengatakan bahwa ketidaksepakatan masih ada di antara keduanya, dan bahwa tarif AS telah memukul industri otomotif Jepang.
Dari sentimen domestik, Bank Indonesia hari ini memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50 persen. Sejalan dengan keputusan ini BI juga menahan suku bunga Deposit Facility pada level 4,75%, dan suku bunga Lending Facility tetap di level 6,25%.
Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1 persen, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN Mei 2025 mencatatkan defisit Rp21 triliun. Sedangkan pendapatan negara sepanjang Januari—Mei 2025 mencapai Rp995,3 triliun.
Penerimaan pajak mencapai Rp683,3 triliun atau 31,2 persen dari target APBN 2025 senilai Rp2.189,2 triliun. Kinerja penerimaan pajak itu turun 11,28 persen (year on year/YoY) dari Mei 2024 senilai Rp760,38 triliun.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi bahwa mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.310 - Rp16.360 per dolar AS.
(Feby Novalius)