JAKARTA - Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah menyatakan mahalnya harga tanah di perkotaan disebabkan pengembang beralih menjadi spekulan tanah ketimbang berjualan rumah.
Fahri Hamzah menjelaskan, mahalnya harga tanah di perkotaan membuat para pengembang sebetulnya tidak lagi menjual rumah, tapi menjual tanah. Pasalnya harga tanah di perkotaan sendiri menyumbang sekitar 50% dari harga jual rumah itu sendiri.
"Banyak dari mereka yang mengaku sebagai pengembang, sebenarnya mereka beralih bukan menjadi pengembang, tapi menjadi spekulan tanah," ujarnya dalam acara People-First Housing: A Road Map From Homes To Jobs To Prosperity In Indonesia di Jakarta, Senin (23/6/2025).
Lebih jauh, Fahri Hamzah mengatakan kondisi ini yang akhirnya membuat para pengembang berlomba menguasai aset tanah di perkotaan. Sebab punya harga yang menjanjikan meskipun belum dibangun apapun di atas tanah tersebut.
"Itulah sebabnya, mereka (pengembang) menguasai begitu banyak tanah di kota. Sehingga harga rumah menjadi tidak terjangkau bagi siapapun," tambahnya.
Menurut Fahri Hamzah keterbatasan dan tingginya lahan di perkotaan menjadi momok dalam menghadirkan hunian terjangkau bagi masyarakat sekaligus dekat dengan perkotaan atau tempat seseorang bekerja.
Mantan anggota DPR RI itu mengaku saat ini tengah mengusulkan dan dibahas terkait rencana pemanfaatan aset tanah milik negara di perkotaan. Pemanfaatan aset ini akan digunakan untuk membangun hunian vertikal di perkotaan.
Langkah ini diharapkan mampu menekan spekulan, karena pemerintah bakal menghadirkan hunian murah di perkotaan dengan memanfaatkan lahan-lahan milik negara untuk hunian.
"Jika kita bisa mengurangi komponen harga lahan, itu artinya kita bisa menurunkan sekitar 50% harga rumah," kata Fahri Hamzah.
Dia menambahkan jika rumah sudah turun, maka masyarakat bisa mengakses kredit atau KPR untuk mendapatkan skema pembiayaan.
"Langkah ini bukan hanya menciptakan kombinasi elemen pembiayaan, tapi juga menciptakan kompetisi yang adil, karena kompetisinya akan bergeser ke teknologi dan kualitas, bukan lagi soal harga tanah," pungkasnya.
(Taufik Fajar)