Perry menambahkan bahwa kebijakan makroprudensial akomodatif akan terus dioptimalkan dengan berbagai strategi untuk meningkatkan kredit/pembiayaan, menurunkan suku bunga, dan fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk menopang pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran," jelasnya.
Di samping itu, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah.
Sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga terus dipererat untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
Penurunan suku bunga ini juga mempertimbangkan peningkatan ketidakpastian ekonomi global pasca pengumuman kenaikan tarif efektif resiprokal Amerika Serikat (AS) ke beberapa negara maju dan berkembang.
"Kebijakan kenaikan tarif resiprokal AS yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus 2025 ini diperkirakan akan memperlemah prospek pertumbuhan ekonomi dunia, khususnya di negara maju," kata Perry.
Dengan demikian, BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 masih belum kuat, sekitar 3,0 persen. Meski demikian, tekanan inflasi di AS yang terus menurun mendorong tetap kuatnya ekspektasi arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan.
(Taufik Fajar)