JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan sejumlah laporan masyarakat yang disampaikan di "Lapor Pak Purbaya". Tercatat sudah ada 15.933 aduan hanya dalam dua hari sejak beroperasi penuh.
Kanal yang dibuka melalui WhatsApp (WA) sejak 15 Oktober 2025 itu mencatatkan total WA masuk sebanyak 15.933 hingga 17 Oktober 2025 pukul 11.30 WIB. Dari jumlah tersebut, yang telah selesai diverifikasi sebanyak 2.648, terdiri dari 189 Kategori Aduan dan 2.459 Kategori Non Aduan (berisi ucapan selamat). Sisanya, sebanyak 13.285 WA, masih dalam proses verifikasi.
"Yang ucapin selamat ada 2.459 ya, muji-mujilah, lumayan lah. Sisanya 13.285 sedang diverifikasi dan ini ada 10 yang sudah mau dikerjakan ya," kata Purbaya di kantornya, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Purbaya membacakan setidaknya lima laporan prioritas yang telah disortir staf khususnya, menunjukkan bahwa masalah korupsi dan penyimpangan di lapangan masih marak.
Kasus pertama menyoroti perilaku aparat Bea Cukai yang diduga menggunakan seragam dinas untuk urusan bisnis pribadi. Pelapor yang merupakan wiraswasta, mengadukan bahwa petugas Bea Cukai kerap nongkrong seharian di Starbucks lengkap dengan laptop dan mengadakan meeting dengan sesama petugas atau aparat berbaju preman.
Pembicaraan mereka, menurut pelapor, selalu mengenai bisnis, mulai dari mengamankan aset hingga membahas perolehan kiriman mobil baru.
"Ini akan kita tindak ya. Ini lengkap tempatnya, alamatnya lengkap, jadi pasti bisa kita kejar," ucap Purbaya.
Purbaya menegaskan, mulai Senin pekan depan, jika ia mendapati pegawai Bea Cukai berseragam resmi berperilaku seperti itu, ia akan memecatnya.
"Walaupun katanya pecat pegawai negeri susah, saya akan pecat, saya persulit hidupnya. Masa nongkrong di Starbucks, berpakaian seragam, gak kira-kira," ungkap Purbaya.
Laporan kedua terkait penjualan pita cukai rokok ilegal besar-besaran di Madura, di mana pita cukai diperjualbelikan untuk disematkan pada merek rokok tertentu.
Purbaya mengaku sudah lama mendengar kasus ini, namun terkejut bahwa praktik tersebut masih berlanjut setelah ia mengumumkan kanal pengaduan.
"Sepertinya selama ini dianggapnya kalau Menteri jauh banget ke bawah, jadi gak mungkin turun ke bawah. Makanya saya set up pengaduan ini untuk menerima masukan langsung dari masyarakat. Ini kayak crowd reporting," papar Purbaya.
Kasus ketiga menyoroti dugaan tindakan premanisme yang dilakukan oleh aparat Pajak di sebuah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama kawasan Tangerang, Banten.
"Minggu depan saya cek, harus sudah rapi nih kalau ada premanisme, dia minta duit pasti? maksa ya? hebat juga ya, kreatif lah. Oh ternyata betul. saya pikir kalau kita ngomong di atas selesai, ternyata enggak. Ini birokrasi seperti itu mereka pikir kan menteri cuma 5 tahun, 4 tahun lah kalau saya sekarang ya sampai akhir tahun nanti 2029. 4 tahun ya, abis itu mereka bisa berkuasa lagi," ungkap Purbaya.