Direktur Corporate Affairs PT Sumber Alfaria Triaya Tbk (Alfamart) Solihin menyatakan pihaknya siap untuk menarik seluruh peredaran beras premium di ritel jika terbukti melakukan pelanggaran melakukan oplosan.
Solihin mengatakan pihaknya akan melakukan pengecekan terhadap peredaran beras premium yang selama ini beredar di ritel. Caranya dengan menunjuk konsultan independen melakukan pengecekan sampel secara random pada beras premium yang beredar di ritel.
"(Kalau terbukti tidak sesuai mutu) kita akan turunin yang paling pertama. Tapi kalau kita, tidak punya kemampuan untuk mengecek (beda beras oplosan dengan premium)," ujarnya
Solihin menegaskan, peritel hanya menjual barang ke konsumen akhir alias tidak melakukan produksi. Beras yang masuk atau dijual di ritel merupakan hasil penawaran oleh beberapa pihak dan kemudian sepakati untuk harga jual kepada konsumen.
Terkait adanya kasus temuan beras oplosan itu, Solihin meminta kepada para pemasok untuk membuat surat pernyataan bahwa produk yang dijual di ritel adalah barang asli, bukan oplosan apalagi palsu.
"Pemasok atau suplier itu haruslah jelas, bahwa yang kita beli adalah beras jenis premium, karena kita bayarnya adalah premium," tambahnya.
Pedagang beras buka-bukaan soal kehebohan dugaan 212 merek beras premium dioplos. Kekhawatiran muncul di kalangan konsumen, terutama soal kualitas beras yang dijual dengan label premium namun tidak sesuai harapan.
Namun, di lapangan, para pedagang beras memiliki pandangan berbeda. Di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, aktivitas perdagangan masih berlangsung normal meski isu tersebut sempat membuat resah.
Haryanto, salah satu pedagang beras di pasar tersebut, menyatakan bahwa istilah oplosan kurang tepat menggambarkan kondisi sebenarnya. Menurutnya, yang banyak terjadi saat ini adalah penurunan mutu beras, bukan pengoplosan dalam arti mencampur beras subsidi pemerintah untuk dijual ulang sebagai beras premium.
“Yang terjadi bukan oplosan, tapi penurunan mutu karena harga gabah mahal,” tegas Haryanto kepada Okezone.
Dia menjelaskan, penurunan mutu dilakukan produsen untuk menyesuaikan harga jual dengan biaya produksi yang melonjak. Contohnya, kadar patah (broken) pada beras premium yang seharusnya di bawah 5 persen, kini bisa mencapai 10 hingga 15 persen.
Kenaikan harga gabah menjadi penyebab utama. Jika sebelumnya harga gabah berada di kisaran Rp5.000–Rp6.000 per kilogram, kini telah melonjak ke atas Rp7.000 per kilogram.
Kenaikan ini terjadi setelah pemerintah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) baru sebesar Rp6.500 per kilogram.
Kondisi ini berimbas langsung pada harga beras di pasaran. Harga beras medium saat ini mencapai Rp13.000 per kilogram, meskipun Harga Eceran Tertinggi (HET) hanya Rp12.500.
Sementara itu, beras premium dijual di kisaran Rp14.500 hingga Rp15.100 per kilogram untuk kemasan 50 kilogram, bahkan bisa lebih tinggi untuk kemasan eceran.