Firman menjelaskan bahwa fenomena hilangnya efek pengganda akibat judi online juga terjadi di negara lain seperti Hong Kong dan Afrika Selatan. Karena sebagian besar dana judi online mengalir ke luar negeri, Hong Kong mengalami potensi kehilangan penerimaan pajak sebesar HK$9,4 miliar per tahun (sekitar Rp19,6 triliun), sementara Afrika Selatan kehilangan sekitar R110 juta per tahun (sekitar Rp99,9 miliar).
Hasil riset independen Katadata Insight Center (KIC) mengungkapkan bahwa, menurut data PPATK tahun 2024, mayoritas pelaku judi online di Indonesia (71%) berasal dari kalangan menengah ke bawah dengan pendapatan di bawah Rp5 juta per bulan. Sementara itu, kelompok terbesar kedua berasal dari masyarakat berpenghasilan antara Rp5 juta hingga Rp10 juta, dengan persentase 15%.