Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bunga Pinjol Tak Boleh Terlalu Rendah, Ini Alasannya

Tangguh Yudha , Jurnalis-Selasa, 12 Agustus 2025 |12:23 WIB
Bunga Pinjol Tak Boleh Terlalu Rendah, Ini Alasannya
Bunga Pinjol Tak Boleh Terlalu Rendah, Ini Alasannya (Foto: Freepik)
A
A
A

JAKARTA - Suku bunga pinjaman daring (pindar) atau biasa disebut pinjol tidak boleh terlalu rendah untuk menjaga industri bisa berjalan optimal. Diperlukan keseimbangan insentif antara kreditur dan juga debitur.

"Suku bunga yang terjangkau dapat menarik peminjam karena menawarkan cicilan yang terukur, namun bunga juga harus proporsional untuk mencerminkan risiko kredit agar lender memperoleh imbal hasil yang layak," ujar ekonom sekaligus Peneliti Ekonomi Digital Celios, Rani Septyarini dalam diskusi seperti dikutip, Selasa (12/8/2025).

Rani menekankan pentingnya mempertimbangkan keberlanjutan operasional platform dan kepastian bagi lender saat menetapkan suku bunga. Dia menilai, jika bunga terlalu rendah, bukan hanya keuntungan lender yang tergerus, tetapi juga kelangsungan platform terancam.

"Pada akhirnya berdampak pada penurunan likuiditas dan terbatasnya akses kredit bagi masyarakat," ujar Rani.

Dia mengingatkan bahwa dalam situasi seperti itu, konsumen berisiko kembali terjebak pada praktik predatory lending seperti pinjaman online (pinjol) ilegal. Oleh karena itu, penentuan bunga harus dilakukan secara hati-hati, cukup terjangkau untuk melindungi peminjam, namun tetap menarik bagi lender dan memungkinkan platform menjaga keberlanjutan ekosistem P2P lending.

Senada dengan Rani, Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda menyebut bahwa ekosistem pinjaman daring harus dijaga, sebab memberikan kontribusi signifikan bagi sektor keuangan nasional.

Dia menyebut pinjaman daring memberikan manfaat besar bagi borrower, terutama dalam memperluas akses keuangan bagi kelompok masyarakat yang sebelumnya tidak terjangkau oleh sistem perbankan formal.

"Banyak pelaku UMKM dan masyarakat umum kesulitan mendapatkan pembiayaan karena prosedur perbankan yang rumit dan kebutuhan agunan. Pindar hadir dengan proses yang cepat, tanpa perlu jaminan, dan berbasis aplikasi, sehingga lebih mudah dijangkau," jelasnya.

 

Huda juga menekankan bahwa tren masyarakat yang sebelumnya mengandalkan pinjaman dari kerabat kini mulai beralih ke platform digital karena kemudahan dan fleksibilitasnya.

Di sisi lain, Huda menjelaskan bahwa bagi lender, terutama investor individu maupun institusi, pindar menjadi instrumen investasi yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan instrumen konvensional seperti deposito atau surat berharga negara. 

"Tingkat pengembalian investasi di platform pindar bisa mencapai 15–20 persen per tahun, jauh lebih menarik dibandingkan rata-rata suku bunga deposito. Tidak heran jika jumlah rekening lender terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Huda.

Namun, ia mengingatkan bahwa imbal hasil yang tinggi juga diikuti oleh risiko gagal bayar yang besar, sehingga regulasi dan transparansi tetap menjadi faktor penting dalam menjaga kepercayaan investor terhadap industri ini.

Tantangan Pinjaman Daring (Pindar)

Industri pinjaman daring (pindar) masih menghadapi sejumlah tantangan akibat maraknya pinjol ilegal, praktik joki, dan komunitas gagal bayar. Padahal jika industri ini berjalan dengan baik, maka akan memberikan kontribusi signifikan bagi sektor keuangan nasional.

Peneliti Ekonomi Celios Dyah Ayu mengatakan, perlu regulasi yang hati-hati untuk menjaga keberlangsungan sektor P2P lending agar bisa terus berkontribusi bagi perekonomian nasional. Salah satunya melalui penetapan suku bunga yang adil baik bagi peminjam dan juga kreditur.

“Diharapkan adanya penetapan suku bunga berbasiskan risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” ujarnya.

Dyah mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah komprehensif yang menjamin keberlanjutan ekosistem pindar dengan memitigasi risiko di sisi lender dan platform.

Misalnya, melalui penguatan Pokja Pinjaman Daring dalam pemberantasan pinjol ilegal, menangani isu gagal bayar dengan membuat pedoman serta mencegah fraud dari kehadiran komunitas maupun joki gagal bayar.

"Dengan demikian, industri pindar dapat tumbuh sehat, lender percaya, platform berinovasi, dan borrower terhindar dari praktik pinjaman yang merugikan”, tambahnya.

Selain itu, di balik potensi besar yang ditawarkan oleh pinjaman daring, perlu adanya perhatian khusus terhadap literasi keuangan di masyarakat.

"Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan mengurangi risiko terjebak dalam utang yang berlebihan," ujar Dyah.

 

Sebelumnya,  Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) angkat bicara menanggapi tuduhan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut penetapan bunga oleh AFPI berpotensi melanggar aturan persaingan usaha.

Ketua Umum AFPI, Entjik S Djafar, menegaskan bahwa tidak ada niat dari asosiasi untuk menetapkan bunga secara sepihak guna mengatur pasar. Menurutnya, kebijakan batas atas bunga yang diterapkan semata-mata untuk melindungi konsumen.

Sejak awal pembentukan AFPI, bunga untuk pinjaman daring ditetapkan sebesar 0,8% per hari, mengacu pada praktik peer-to-peer lending di Inggris. Namun berdasarkan arahan OJK, angkanya terus disesuaikan hingga saat ini di level 0,3% per hari.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement