Namun, di luar itu mereka berhak mendapatkan sederet tunjangan melekat dan tunjangan lain.
Beberapa tunjangan yang diterima mencakup:
Tunjangan istri/suami: sekitar Rp420 ribu
Tunjangan anak: Rp168 ribu (maksimal 2 anak)
Uang sidang/paket: Rp2 juta
Tunjangan jabatan: Rp9,7 juta untuk anggota, bisa lebih tinggi bagi pimpinan
Tunjangan beras: sekitar Rp30 ribu per jiwa
Tunjangan komunikasi intensif: sekitar Rp15,5 juta untuk anggota, lebih besar bagi pimpinan
Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran: Rp3,7 juta untuk anggota, lebih besar bagi pimpinan
Bantuan listrik dan telepon: Rp7,7 juta
Asisten anggota: Rp2,25 juta
Yang paling menonjol adalah tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan. Tunjangan ini diberikan karena rumah dinas yang sebelumnya disediakan bagi anggota DPR dinilai sudah tidak layak huni dan membutuhkan biaya pemeliharaan tinggi.
Dengan tambahan tunjangan rumah tersebut, total penerimaan resmi anggota DPR bisa mencapai lebih dari Rp100 juta setiap bulan.
Selain gaji dan tunjangan bulanan, DPR juga mendapatkan fasilitas lain seperti kredit mobil senilai Rp70 juta per periode, dana reses yang bisa mencapai Rp5 juta per hari, serta biaya perjalanan dinas. Bahkan setelah masa jabatan selesai, mereka juga masih berhak atas dana pensiun seumur hidup sebesar 60 persen dari gaji pokok, asalkan menjabat satu periode penuh.
Besarnya pendapatan anggota DPR melalui berbagai tunjangan menimbulkan kritik luas.
Banyak pihak menilai jumlah tersebut tidak sepadan dengan kondisi ekonomi masyarakat maupun kinerja lembaga legislatif. Ditambah lagi, adanya tunjangan rumah Rp50 juta dianggap berlebihan karena sebagian anggota DPR jarang hadir penuh dalam sidang, sementara rumah dinas lama disebut masih bisa digunakan bila direnovasi.
Penghitungan dari lembaga pemantau anggaran bahkan menyebut, total biaya untuk tunjangan rumah saja bisa menguras triliunan rupiah selama satu periode jabatan.
Hal ini dinilai bertolak belakang dengan kebijakan pemerintah yang tengah mengusung efisiensi anggaran di berbagai sektor.
Tunjangan kehormatan hanyalah salah satu dari sekian banyak komponen tambahan penghasilan DPR. Walaupun nilainya tidak sebesar tunjangan rumah atau komunikasi intensif, tetap saja ia menjadi bagian dari struktur gaji yang membuat total pendapatan wakil rakyat menembus lebih dari Rp100 juta per bulan.
Perdebatan yang muncul bukan semata soal angka, tetapi menyangkut kepatutan.
Di tengah beban ekonomi masyarakat yang semakin berat, fasilitas dan tunjangan fantastis bagi anggota DPR menimbulkan pertanyaan besar apakah besarnya penghasilan itu sebanding dengan kinerja dan peran yang mereka jalankan sebagai wakil rakyat?.
(Taufik Fajar)