Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Guyuran Rp200 Triliun ke 5 Bank, Kredit Langsung Naik?

Iqbal Dwi Purnama , Jurnalis-Minggu, 14 September 2025 |16:37 WIB
Guyuran Rp200 Triliun ke 5 Bank, Kredit Langsung Naik?
Guyuran Rp200 Triliun ke 5 Bank, Kredit Langsung Naik? (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan pemerintah menempatkan dana Rp200 triliun di lima bank tidak akan berdampak signifikan terhadap perekonomian.

Dana Rp200 triliun ditempatkan di lima bank yang masuk ke Himbara, yakni Bank Mandiri sebesar Rp55 triliun, BNI Rp55 triliun, BRI Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan BSI Rp10 triliun.

Dia menjelaskan, pencairan dana tersebut perlu melihat juga dari data permintaan kredit yang masih melambat belakangan ini. Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2025 penyaluran kredit mencapai Rp8.043,2 triliun. Angka ini tumbuh 7,03 persen secara tahunan, namun melambat dari bulan sebelumnya.

"Likuiditas masuk ke bank Himbara dari skema Rp200 triliun, tapi yang jadi pertanyaan apa permintaan kreditnya naik signifikan? Ini tergantung dari beberapa faktor, daya beli masyarakat, kepercayaan dunia usaha dan kebijakan pajak," ujarnya saat dihubungi Okezone, Minggu (14/9/2025).

Dia menjelaskan perlambatan pertumbuhan kredit ini merupakan cerminan dari aktivitas daya beli masyarakat yang melemah. Para pelaku usaha masih cenderung enggan untuk melakukan ekspansi di tengah tekanan daya beli hingga pajak.

Sehingga menurutnya tidak cukup sekedar uang parkir di bank Himbara, perlu ada stimulus fiskal tambahan agar menjadi pemantik aktivitas konsumsi di masyarakat. Dia menyebut pajak pertambahan nilai (PPN) semestinya bisa diturunkan dari 11 persen menjadi 8 persen. Cara ini diyakini bisa mendorong geliat ekonomi masyarakat.

 



Menurutnya, Pemerintah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan soal penerimaan negara yang melambat imbas pemangkasan PPN ini. Sebab menurutnya, penurunan pajak ini justru akan menggeliatkan aktivitas industri, menyerap lebih besar tenaga kerja, sehingga pajak penghasilan bakal meningkat di tengah pemangkasan PPN.

"Kita rekomendasikan ke pak Purbaya tarif PPN dipangkas dari 11% ke 8%, PTKP dinaikkan jadi Rp7 juta per bulan dan serapan anggaran terutama terkait transisi energi. Kalau prakondisi itu dijalankan, maka pasokan dan permintaan akan sama-sama naik," katanya.

Dia mengatakan, Celios telah melakukan modeling jika Pemerintah memangkas PPN dari 11 persen menjadi 8 persen.  Penurunan tarif PPN bukan semata langkah populis yang mengorbankan penerimaan negara dalam jangka pendek, tetapi perlu menjadi momentum perombakan struktur pajak yang lebih seimbang.

Menurutnya, hal tersebut akan memperkuat daya beli rumah tangga, terutama kelas menengah bawah yang menjadi penopang utama konsumsi domestik. Peningkatan konsumsi rumah tangga selanjutnya memacu pertumbuhan sektor ritel, produksi domestik, dan distribusi logistik. Akselerasi  produktivitas ekonomi pada gilirannya akan menciptakan basis penerimaan negara yang lebih merata dan berkelanjutan.

Berdasarkan riset Celios, skenario penurunan tarif PPN 8 persen diproyeksikan dapat meningkatkan konsumsi masyarakat sebesar 0,74 persen dan mendorong pertumbuhan PDB hingga Rp133,65 triliun. Dampak ganda ini akhirnya turun meningkatkan kontribusi terhadap penerimaan pajak bersih hingga mencapai Rp1 triliun per tahun.

"Dari hasil modelling Celios akan terdapat kenaikan Rp1 triliun penerimaan negara sebagai efek kenaikan pajak dari aktivitas produksi dan permintaan masyarakat. Jadi PPN turun, tapi sumbangan PPh 21 akan naik sebagai kompensasi," pungkasnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement