JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa secara tegas menyatakan penolakannya terhadap program pengampunan pajak atau tax amnesty jika dilakukan secara reguler. Hal ini karena tax amnesty jilid III kembali dibahas di parlemen pada akhir 2024 lalu
Menurut Purbaya, kebijakan tersebut mengirimkan pesan negatif kepada wajib pajak dan dapat merusak integritas sistem perpajakan.
"Secara filosofi kalau tax amnesty dilakukan setiap saat setiap beberapa tahun sekali, itu message-nya kepada pembayar pajak adalah Anda sekarang kibulin aja pajaknya, jangan jujur, nilep aja semaksimal mungkin, toh 2-3 tahun nanti akan diputihkan," kata dikutip, Minggu (12/10/2025).
Purbaya menegaskan, keberlanjutan program pengampunan pajak akan menciptakan celah bagi wajib pajak untuk tidak jujur.
"Jadi saya tidak akan mendukung program yang melakukan pengampunan pajak secara reguler," imbuhnya.
Purbaya menuturkan, kebijakan tax amnesty sebenarnya tidak tepat untuk dijalankan secara berulang. Ia mendorong pemerintah untuk fokus menjalankan program perpajakan sebagaimana mestinya, yaitu dengan penegakan hukum yang konsisten.
"Jadi yang pas adalah ya jalankan program-program pajak yang betul, collect yang betul, kalau ada yang salah, dihukum, tapi kita jangan meres gitu. Jadi harus perlakuan yang baik terhadap pembayar pajak. Dan kalau udah punya duit, ya dibelanjain kira-kira gitu," ujar Purbaya.
Program pengampunan pajak telah dua kali dilakukan di Indonesia. Tax amnesty jilid I berlangsung pada periode 2016-2017, diikuti oleh 956.793 wajib pajak dengan nilai harta yang diungkap mencapai Rp4.854,63 triliun. Dari program ini, negara meraup uang tebusan sebesar Rp114,02 triliun.
Program tersebut kemudian diulang dengan nama Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
PPS diikuti oleh 247.918 wajib pajak dan menghasilkan total harta yang diungkap sebesar Rp594,82 triliun, dengan keseluruhan Pajak Penghasilan (PPh) yang diraup negara mencapai Rp60,01 triliun.
Isu tax amnesty jilid III mencuat setelah Pemerintah dan DPR RI sepakat memasukkan RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 dalam daftar draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025.
(Taufik Fajar)