JAKARTA - Pembiayaan ultramikro perlu didorong lebih masif sebagai upaya mengentaskan kemiskinan yang menjadi program prioritas Kabinet Merah Putih. Kehadiran model pembiayaan ultramikro itu mengisi ceruk ekonomi yang tidak dijangkau oleh sumber pendanaan dengan pendekatan konvensional seperti bank.
Fokus lembaga pembiayaan ultramikro memang pada segmen kelompok masyarakat yang unbankable. Ceruk itu selama ini diisi oleh keberadaan rentenir yang justru kerap memberikan dampak negatif kepada masyarakat.
Oleh karena itu, peran pembiayaan ultramikro seperti yang telah dijalankan PT Permodalan Nasional Madani (PNM) memiliki tujuan pemberdayaan kepada kelompok bawah, tidak sekadar menyalurkan pembiayaan.
“Terbukti, banyak pelaku ekonomi dari kelompok masyarakat miskin yang kini berhasil mentas dari status sebagai keluarga prasejahtera menjadi sejahtera bahkan di atasnya,” kata Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI), Sunarsip, Rabu (29/10/2025).
Dia memandang lembaga dengan model bisnis seperti ini perlu didorong agar memiliki lingkup ukuran usaha (size) pembiayaan yang lebih besar.
“Perannya sebagai lembaga pembiayaan ultramikro yang fokus pada pemberdayaan tetap perlu dan harus dipertahankan. Namun, size-nya harus dinaikkan,” kata ekonom senior tersebut.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, juga menilai bahwa secara umum pembiayaan ultramikro bisa menjadi salah satu pilihan cara untuk mendorong perbaikan ekonomi kalangan bawah.
Namun, dengan plafon kredit ultramikro yang menyesuaikan dengan kemampuan membayar peminjam, menurut Eko, perlu dukungan kebijakan pemerintah di tingkat makro.