JAKARTA - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) sedang membahas regulasi terkait transportasi daring (online) melalui Focus Group Discussion (FGD). Mayoritas driver pun menolak sejumlah skema yang dibahas dalam regulasi, terutama soal rencana status pekerja tetap dan potongan komisi 10%.
Menurut salah satu pengemudi, Buya, potongan 10% akan menggerus penghasilan mitra karena mengurangi ruang bonus, promo, dan insentif.
"Status karyawan akan menghadirkan batasan administrasi seperti syarat usia, pendidikan, dan jam kerja baku yang tidak sesuai dengan kondisi mayoritas pengemudi," katanya, Jumat (28/11/2025).
Selain itu, pengemudi ojol lainnya, Irwansyah, menilai selama 10 tahun fleksibilitas adalah identitas dari profesi ini.
“Saya tidak setuju dijadikan karyawan. Pasti akan ada syarat usia, pendidikan, jam kerja. Padahal kami bergantung pada fleksibilitas,” ujarnya.
Penolakan ini pun disuarakan langsung dengan melakukan aksi. Di Makassar, ratusan pengemudi ojek online (ojol) dari berbagai layanan — Grab, Gojek, Maxim, hingga ShopeeFood — menggelar unjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Jalan Urip Sumoharjo.
Dalam orasinya, massa menyampaikan dua tuntutan utama: menolak potongan komisi 10% dan menolak rencana menjadikan mitra sebagai karyawan tetap.
Penolakan paling besar terjadi lebih awal pada Jumat, 7 November 2025, ketika ribuan pengemudi dari komunitas URC Bergerak menggelar aksi akbar di kawasan Monas, Jakarta. Aksi ini melibatkan massa dari Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang, Bogor, hingga beberapa kota lain di Jawa Barat.
“Perpres yang akan diterbitkan, kami di sini mengawal supaya berkeadilan. Adil ke semua pihak, jangan sampai timpang. Kita maunya berkelanjutan terus, karena Perpres ini akan ke daerah juga,” kata perwakilan pengemudi online, Ahmad Bakrie.