Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bank Umum Perlu Mengerek Modal

Koran SI , Jurnalis-Selasa, 25 September 2012 |11:12 WIB
Bank Umum Perlu Mengerek Modal
Ilustrasi. (Foto: Tangguh Putra/okezone)
A
A
A

Ekonomi nasional mampu tumbuh 6,4 persen per semester I-2012. Pastilah pertumbuhan itu ditopang oleh kinerja bank umum. Bagaimana kinerja bank umum? Kinerja bank umum merupakan representasi enam kelompok bank yakni kelompok bank persero, bank umum swasta nasional (BUSN) devisa, BUSN non-devisa, bank pembangunan daerah (BPD), bank campuran, dan bank asing.

Kita intip sedikit kinerja kelompok bank persero. Dari pertumbuhan penyaluran kredit, BTN mampu meningkatkan pengucuran kredit tertinggi hingga 27 persen menjadi Rp72,1 triliun, Bank Mandiri 26,6 persen menjadi Rp350,4 triliun, BNI 17,4 persen menjadi Rp179,4 triliun dan BRI 14 persen menjadi Rp304,8 triliun per Juni 2012. Dalam menggapai laba, BRI menduduki peringkat nomor wahid dengan laba Rp8,8 triliun. Kemudian kinerja itu disusul Bank Mandiri Rp7,1 triliun, BNI Rp3,29 triliun, dan BTN Rp0,66 triliun.

Untuk kelompok BUSN devisa, BCA memimpin pasar dengan laju kredit 41,5 persen menjadi Rp225,9 triliun. Kinerja kredit yang gemilang itu dibayangi Bank Permata 41 persen menjadi Rp84,4 triliun, Bank Danamon 19 persen menjadi Rp110 triliun, CIMB Niaga 18 persen menjadi Rp137,4 triliun per Juni 2012. Dari sisi pencapaian laba, BCA tetap unggul dengan laba Rp5,29 triliun, Bank Danamon Rp2 triliun, CIMB Niaga Rp1,98 triliun dan Bank Permata Rp0,71 triliun per semester I-2012.

Nah, bagaimana kinerja bank umum hingga Juli 2012? Statistik Perbankan Indonesia per Juli 2012 yang terbit pada 13 September 2012 mencatat kredit bank nasional tumbuh sangat subur 24,05 persen (year to year/yoy) dari Rp1.905.65 triliun per Juli 2011 menjadi Rp2.363,99 triliun per Juli 2012. Dana pihak ketiga (DPK) pun mampu tumbuh subur 19,89 persen dari Rp2.388,44 triliun menjadi Rp2.863,63 triliun. Pertumbuhan itu mengangkat loan to deposit ratio (LDR) dari 79,79 persen menjadi 82,55 persen.

Angka itu menunjukkan bank umum telah melewati LDR minimal 78 persen. Apa artinya LDR minimal 78 persen? Artinya, manakala suatu bank sanggup menghimpun dana masyarakat (DPK) Rp100 triliun, misalnya, bank tersebut harus menyalurkan dana itu kembali ke sektor riil berupa kredit minimal Rp78 triliun. Ingat rumusnya, makin tinggi LDR, makin tinggi pula kucuran kredit perbankan.

Sebaliknya, kalau LDR terlalu tinggi hingga di atas 110 persen itu justru bisa membawa potensi risiko tinggi lantaran bank tersebut dianggap terlalu agresif dalam menyalurkan kredit. Pertanyaannya, apakah semua kelompok bank sudah memenuhi LDR minimal 78 persen? Belum. Hanya BPD yang belum memenuhi syarat itu dengan LDR 62,00 persen. Selebihnya telah memenuhi syarat, yaitu bank campuran 114,18 persen, bank asing 104,56 persen, BUSN non-devisa 85,47 persen, bank persero 82,18 persen dan BUSN devisa 81,84 persen di tengah rata-rata industri 82,55 persen.

Tegasnya, lima kelompok bank itu makin mampu melaksanakan fungsinya sebagai intermediasi keuangan. Selain itu, bank umum pun mampu meningkatkan laba sebelum pajak 24,21 persen dari Rp90,46 triliun per Juli 2011 menjadi Rp113,94 triliun per Juli 2012. Pencapaian itu telah mendorong return on assets (ROA) dari 3,00 persen menjadi 3,13 persen melebihi dua kali ambang batas 1,5 persen. Dengan bahasa lebih bening, kualitas aset bank nasional kian bertaji. Inilah rapor biru bank umum.

Jangan Berpuas Diri

Tetapi bank umum hendaknya tidak berpuas diri dulu. Mengapa? Sesungguhnya, masih banyak pekerjaan rumah untuk mampu menangkis aneka potensi risiko. Apa saja? Pertama, meningkatkan kredit. Dengan LDR 82,18 persen, bank persero ternyata lebih rendah daripada kelompok bank lain, meski melewati BUSN Devisa 81,84 persen dan BPD 62,00 persen. Sarinya, bank pemerintah justru kalah bersaing dalam mengucurkan kredit.

Padahal, seharusnya bank pemerintah justru menjadi panglima terdepan dalam menggenjot kredit. Namun ingat, Bank Indonesia (BI) sudah mengimbau bank nasional supaya mengerem pengucuran kredit yang dinilai sudah kepanasan (overheating).

Apakah kredit bank nasional sudah terlalu tinggi sehingga kepanasan? Rasanya belum mengingat LDR rata-rata industri baru menyentuh 82,55 persen masih termasuk dalam kisaran 78-100 persen. Kedua, mencermati potensi risiko kredit macet. Meski kredit bank umum menjulang tinggi, jangan melupakan potensi risiko kredit macet.

Adalah benar bahwa rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) bank umum sedikit membaik 0,72 persen dari Rp54,49 triliun per Juli 2011 menjadi Rp54,10 triliun per Juli 2012. Ketiga, mengerek modal. Pada hakikatnya, modal bank tersurat pada kecukupan modal minimum (capital adequacy ratio/CAR). Meskipun kredit mampu tumbuh subur, tetapi CAR bank umum menurun sedikit dari 17,49 persen per Juni 2012 menjadi 17,28 persen per Juli 2012. Lo kok bisa? Karena bank umum harus memenuhi LDR minimal 78 persen yang disyaratkan BI efektif 1 Mei 2011.

Jangan lupa bahwa ekspansi kredit tentu saja sangat memerlukan dana besar. Karena itu, sekiranya DPK tidak mencukupi maka dana ekspansi kredit dapat diambil dari modal yang tercermin pada CAR. Akibatnya, CAR semua kelompok bank menipis kecuali BPD yang justru meningkat dari 17,00 persen per Juni 2012 menjadi 17,74 persen per Juli 2012. Tegasnya, semua kelompok bank perlu mengerek modal.

Dengan modal perkasa, bank umum akan mampu menghadapi berbagai potensi risiko seperti risiko kredit, pasar, dan operasional. Alhasil, satu kelompok bank bakal lebih sanggup bersaing dengan kelompok bank lain. Mengingat setiap langkah bisnis perbankan membutuhkan modal yang tak sedikit. Dengan langkah strategis demikian, bank umum tetap tangkas di tengah ancaman krisis ekonomi global.

PAUL SUTARYONO
Pengamat Perbankan &
Mantan Assistant Vice President BNI

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement