JAKARTA – Pertumbuhan permintaan kedelai selama lima tahun terakhir cukup tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri. Sehingga mau tidak mau harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar.
Harga kedelai impor yang murah dan tidak adanya tarif impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri. Harga kedelai kembali mencapai rekor dengan harga Rp9.500 per kilogram, bahkan di beberapa daerah di seluruh Indonesia ada yang menembus Rp10.000 per kilogram.
Seperti dikutip dari data Balitbang Kementrian Pertanian (Kementan) mengenai Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai, Rabu (11/9/2013), bahwa total kebutuhan konsumsi kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2005 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025.
Adapun, jika sasaran produktivitas rata-rata nasional 5 ton per hektare bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam kedelai diperkirakan sebesar 8 juta ha pada tahun 2005, dan 2,24 juta ha pada tahun 2025.
Akan tetapi, hal tersebut menjadi tantangan bagi pemerintah, bagaimana mencapai areal tanam seluas itu. Sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija, terutama yang lebih kompetitif.
Lambat laun, total kebutuhan konsumsi kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2005 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. (wan)
(Widi Agustian)