JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung wacana Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan pembatasan BBM subsidi yang akan diberlakukan pada kendaraan 1.300cc ke atas.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brojonegoro menjelaskan, hal ini akan berguna supaya kuota BBM subisidi tidak jebol melebihi 40 juta kiloliter (kl).
"Kalau memang itu dilakukan saya rasa bagus karena yang harus kita waspadai dari BBM bersubsidi adalah volumenya. Jadi kalau memang volume bisa dikendalikan dengan pembatasan seperti ide yang kita pernah ajukan di APBN 2012 intinya dari Kemenkeu kami mendukung, karena akan mencegah subsidi yang berlebihan," ungkapnya kala ditemui usai salat Jumat di kantornya, Jakarta, Jumat (13/4/2012).
Menurutnya, untuk melakukan hal tersebut perlu dilakukan persiapan yang memadai seperti dari segi pom bensin sehingga dalam waktu pelaksanaannya, sosialisasinya bisa berjalan dengan lebih baik lagi.
Bambang menambahkan inti dari pembatasan BBM bersubsidi tersebut substansinya bukanlah hanya sekadar penghematan semata. Tapi bagaimana pemerintah bisa tetap menjaga kuota BBM bersubsidi agar jangan sampai melebihi kuota yang sudah dianggarkan sebesar 40 juta kl.
"Artinya bukan penghematan anggaran, tapi yang penting agar 40 juta kl ini bisa tercapai. Jadi apa yang dilakukan bukan masalah penghematan tapi membantu supaya 40 juta kl itu tidak lewat. Kalau lewat itu lewatnya masih dalam range yang masih kita bisa manage," paparnya.
Sementara dari sisi fiskal sendiri, pihaknya pun sudah mempunyai strategi untuk menjaga kondisi fiskal agar cenderung sehat dan aman. Namun Bambang pun tidak mendeskripsikan secara jelas seperti apa stratgi yang disiapkan.
"Kita juga sudah punya strategi menjaga sampai akhir tahun kalaupun tidak ada satu kebijakn yang dilakukan. Tapi itu rahasia dapur. Yang paling penting adalah realokasi belanja. Entah kita mengetatkan belanja maupun realokasi," tuturnya.
"Misalnya kompensasi yang Rp30 triliun kan tidak perlu dikeluarkan kalau tidak ada kenaikan. Nanti kita sisir lah bentuk-bentuk belanja lain yang kira-kira bisa direalokasi untuk menjaga kalau subsidi ini terlewat. Artinya pengetatan belanja, intinya manajemen belanja kunci untuk bisa kita survive kalau tidak ada kebijakan apa pun," pungkasnya.
(Widi Agustian)