JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat (AS) cenderung mengalami pelemahan. Rupiah diproyeksi berada pada level Rp9.580-Rp9.620 per USD.
Menurut analis valas, Rahadyo Anggoro Widagdo, kondisi tersebut dipengaruhi oleh tingginya permintaan dolar oleh importir menjelang akhir bulan.
"Tingginya permintaan dolar tersebut dapat menekan rupiah. Tetapi BI diprediksi akan siap masuk ke pasar valas untuk menjaga kestabilan nilai rupiah," katanya di Jakarta, Kamis (27/9/2012).
Sementara itu, dari regional, sentimen negatif datang dari pasar yang mencemaskan pemulihan ekonomi global. Terutama, setelah International Monetary Fund (IMF) memberikan serangkaian peringatan kepada berbagai bank sentral dan pimpinan politik di dunia untuk menjalankan reformasi ekonomi.
Selain itu, tekanan negatif datang dari Kepala IMF Christine Lagarde yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2013 jadi 3,9 persen dari outlook sebelumnya 4,1 persen. Sementara itu, untuk 2012 masih tetap di level 3,6 persen.
Rahadyo menambahkan, sedangkan pada hari Rabu (26/09/2012) market rupiah ditutup melemah dan ditutup menembus level Rp9.600-Rp9.610 tetapi jika mengikuti kurs BI USD/IDR ditutup stagnan di level Rp9.580-Rp9.585 USD.
Adapun kondisi ini dipengaruhi di tengah kekhawatiran pelaku pasar uang terhadap krisis di Eropa yang masih membayangi.
"Krisis di Eropa yang masih berjalan membuat pelaku pasar untuk masuk ke aset berisiko, pelaku pasar cenderung mengambil posisi aman dengan memegang dolar AS yang dianggap sebagai safe haven currency," tambahnya.
Selain itu melemahnya rupiah ini terjadi seiring negatifnya NDF satu bulan yang dibuka di level Rp9.624-Rp9.636. Meningkatnya NDF di pasar offshore turut mengeskalasi dolar.
(Widi Agustian)