Jalan di Sumut Buruk karena Pemerintah Apriori

Wahyudi Aulia Siregar, Jurnalis
Senin 25 Februari 2013 20:01 WIB
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
Share :

MEDAN - Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gapeksindo) Sumatera Utara menilai, buruknya kualitas jalan di Sumatra Utara (Sumut) terjadi sebagai dampak dari sikap pemerintah yang kurang konsisten dengan aturan yang dibuatnya sendiri. Khususnya aturan terkait tender pelaksanaan proyek pembangunan jalan, yang selama ini diakui penuh dengan aroma kecurangan.

Ketua Umum Gapeksindo Sumut Ericson L Tobing menyebutkan, kebijakan pemerintah mengedepankan nilai minumum proyek pada pelaksanaan tender, belum diikuti dengan studi komprehensif tentang kebutuhan ideal proyek. Hal itu terlihat dari masih seringnya pemenang tender, mendapatkan proyek dengan penawaran yang kurang masuk akal.

Kontraktor pemenang tender pun akhirnya berperilaku spekulatif, dengan menekan angka tender seminimal mungkin, dan kemudian diikuti dengan kecurangan pada pelaksanaan proyek.

"Saya harus sampaikan, jika pemerintah bertanggung jawab dengan buruknya kualitas jalan di Sumut. Karena sejak proyek pembangunan atau pemeliharaan jalan masih ditenderkan, sudah ada ketimpangan. Bayangkan saja, pengusaha dengan tender di bawah 70 persen dari penawaran, masih dimenangkan. Ini bukan soal persaingan di antara kontraktor saja. Tapi saya pikir pemerintah harus mengedepankan peruntukkannya juga. Apa mungkin kualitas pengerjaan proyek sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan. Kalau memang bisa, lalu bagaimana tim penghitung yang dimiliki pemerintah. Ini kan akhirnya mengarahkan kontraktor untuk berlaku curang," jelasnya, saat menjadi narasumber di Medan Forum, Live Sindo Trijaya FM Medan di Tor-tor Lounge Hotel Tiara, Medan, Senin (25/2/2013).

Persoalan tersebut pun ditimpali oleh Wakil Ketua Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Sumut, Saut Pardede. Menurutnya, buruknya pelaksanaan tender diakibatkan karena pemerintah apriori.

Di satu sisi pemerintah menaikkan syarat peserta tender, namun di sisi lain pemerintah menafikan faktor kebutuhan mendasar pembangunan. Padahal kondisi itu menjadi celah masuk bagi pengusaha untuk berlaku curang. Apalagi pemerintah selama ini seolah melakukan pembiaran terhadap pengawasan proyek.

Saut juga mengaku aturan terkait tender yang diberlakukan pemerintah, pada akhirnya juga tidak dapat menggerakkan perekonomian daerah, dari sektor infrastruktur. Pasalnya aturan yang ada menempatkan kontraktor nasional, khususnya kontraktor plat merah sebagai pemenangnya.

"Selama ini keberpihakan tidak terlihat, karena persyaratan yang diberlakukan terlalu berat. Sehingga akhirnya hanya kontraktor nasional, atau kontraktor pemerintah saja yang bisa ikut. Padahal kan sebenarnya bisa diubah, agar kontraktor lokal bisa berpartisipasi," pungkasnya.

Sumut sendiri, kini menjadi provinsi dengan panjang jalan provinsi terpanjang di Indonesia, dan Jalan Nasional terpanjang di pulau Sumatra. Dengan jalan provinsi sekira 3.000 kilometer, membutuhkan dana hampir Rp2,4 triliun.

Namun minimnya anggaran membuat yang dikucurkan pemerintah pusat, serta lemahnya kemampuan anggaran pemerintah daerah untuk menciptakan pembangunan jalan, membuat status jalan berstatus mantap yang bisa dicapai, hanya sekira 79,9 persen saja.

(Widi Agustian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya