Bos World Bank: Indonesia Butuh Rp6.650 Triliun untuk Infrastruktur

Lidya Julita Sembiring, Jurnalis
Selasa 25 Juli 2017 13:00 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Share :

JAKARTA - Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim menghadiri acara Indonesia Infrastructure Finance Forum yang diselenggarakan oleh Kementerian Keuangan di Hotel Fairmont, Jakarta. Adapun dalam acara ini dilakukan pembahasan mengenai skema pembiayaan infrastruktur yang dilakukan oleh Indonesia.

Presiden Kim dalam paparannya mengatakan, Indonesia saat ini punya kesempatan besar untuk menaikkan capaian ekonominya karena seluruh negara sudah melihat kehadiran Indonesia sebagai negara karena pertumbuhan yang tinggi yang sudah berikan daya tarik bagi dunia. Namun, untuk mempertahankan itu Indonesia juga harus membangun infrastrukur menjadi lebih baik.

"Untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan, kita harus menjawab tantangan pembangunan infrastruktur. Kesenjangan infrastruntur di Indonesia jadi tantangan dan kesempatan," ungkapnya di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (25/7/2017).

Menurutnya, 78% wilayah Indonesia belum memiliki akses terhadap pipa air dan 40% dari masyarakat pedesaan belum memiliki jalan aspal serta di wilayah terpencil belum akses listrik. Demografi meningakat lebih cepat dibanding China dan Thailand, sehingga tekanan terhadap infrastruktur lebih tinggi.

"Saat ini Indonesia belum berikan investasi yang cukup. Investasi infrastruktur sudah turun dari 78% jadi 35%. Kami perkirakan Indonesia harus investasi USD500 miliar dalam lima tahun ke depan untuk tutupi kesenjangan infrastruktur. Itu berarti meningkatnya pembelanjaan infrastruktur dari 2% PDB jadi 4,7% PDB," jelasnya.

Sementara itu, di tahun 2020 nanti investasi harus meningkat hingga dua kali lipat. Pasalnya, ia mengetahui bahwa anggaran pemerintah tidak cukup untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Hal ini juga dikatakan karena pemungutan pajak yang belum optimal dan belanja pemerintah yang belum efisien serta vatasan defisit fiskal sebesar 3% dari PDB.

"Karena itu reformasi pemungutan pajak sangat penting. Pemerintah masih memungut pajak kurang dari 50% dari potensi yang ada dan rasio pajak terhadap PDB dari 11,4% jadi 10,4%," katanya.

Selain itu, Presiden Kim menilai pemungutan pajak di Indonesia lebih rendah dari Filipina yang 13,5%. Padahal tantangan yang dihadapi oleh Filipina dan Indonesia dianggap sama.

"Jadi kita dorong Pemerintah dalam reform pajak. Saya tahu Jokowi dan Sri Mulyani sangat komitmen. Kami dukung pemerintah Indonesia melakukan e-filling, data dari pihak ketiga yang bisa meningkatkan rasio pajak terhadap PDB 1,1%. Reformasi perpajakan dapat meningkatkan kembali 0,75%," tukasnya.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya