Fokus ke Tujuan
Setelah cuti, Benioff kembali ke Oracle dan melapor kepada bos sekaligus mentornya, Larry Ellison. Keputusannya untuk keluar dipahami Ellison. Inilah awal dia mendirikan Salesforce.com pada 1996. Itu bukan hal yang tidak mudah. Untungnya, dia sudah memiliki koneksi yang membantunya mengamankan modal awal. Saat itu industri software as a service bahkan belum terwujud. Pasar saat itu sedang berubah dari software as a service ke cloud. Momennya pas.
“Saya menentukan tujuan dan sangat jelas terhadap apa yang ingin saya raih. Dari situ, langkah saya mulai menapak pasti. Ketika saya sedang drop, saat itulah saya merasa harus meneguhkan kembali niat dan tujuan,” tuturnya.
Setelah menjabat sebagai CEO, Salesforce langsung melesat secara finansial maupun filatropi. Bagi dia, mindset sangat vital untuk sukses.
“Ada orang yang percaya keberuntungan atau karma. Mereka eksis. Tapi, yang lebih penting lagi adalah mindset. Sangat mudah dibutakan oleh kehidupan keseharian sehingga gagal melihat kesempatan dan peran penting yang seharusnya dapat dimainkan individu,” ujarnya.
Pada 2018, Benioff sukses membawa Salesforce menjadi salah satu perusahaan software terbesar di dunia. Tetapi, tahun ini pada usia 54 tahun, dia merasa masih ada yang kurang. Tiba-tiba Benioff bersama istrinya, Lynne, mengejutkan media ketika membeli majalah Time senilai USD190 juta.
Benioff berpendapat, dia percaya dengan multistakeholder. “Terutama pada momen ketika semua orang dan semuanya serbaterkoneksi,” ungkapnya.
“Kita tidak punya pilihan untuk menjaga dan mempromosikan kendaraan media,” tambahnya. (Danang)
(Dani Jumadil Akhir)