JAKARTA - Proses divestasi 51% saham Freeport kini mengalami masalah baru. Lingkungan yang kini menghambat proses divestasi saham Freeport. Pasalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan ada kerugian negara.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan, pihaknya akan segera memberikan solusi dari masalah tersebut agar proses divestasi saham Freeport bisa berjalan mulus. Adalah dengan cara membuat sebuah kerangkan penanganan limbah.
"Lagi diolah (kerangan penanganan limbah). Kan ada roadmapnya," ujarnya saat ditemui di Kantor Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat (19/10/2018).
Baca Juga: Divestasi Freeport Tidak Akan Diteruskan Kalau Masalah Lingkungan Tak Selesai
Lebih lanjut Siti mengatakan, saat ini pihaknya terus melakukan pembahasan dengan sejumlah pihak terkait penanganan masalah tersebut. Adapun progresnya saat ini sudah mencapai 60%.
"Lagi diselesain udah 60% (progresnya)," ucapnya.
Seperti diketahui, PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) mendesak PT Freeport Indonesia menyelesaikan kerugian negara akibat permasalahan lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas penambangan.
Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian akibat permasalahan lingkungan akibat operasional Freeport di Papua mencapai Rp185,58 triliun.
“Kalau tidak selesai, kami tidak akan melakukan pembayaran. Payment tidak jadi. Karena kami tidak mungkin membayar kalau izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tidak ada. IUPK itu diterbitkan kalau masalah lingkungan sudah selesai,” ujar Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin di Jakarta.
Baca Juga: Pemda Papua Beli 10% Saham Freeport, Inalum Talangi Rp13,5 Triliun
Menurut dia, Inalum tidak ikut bertanggung jawab atas masalah lingkungan yang ditimbulkan Freeport selama beroperasi. Pihaknya mengatakan, apabila terbukti ada permasalahan lingkungan, maka yang bertanggung jawab adalah Freeport, bukan Inalum sebagai pembeli saham.
“Kami meminta ada kepastian atas permasalahan tersebut, karena itu merupakan salah satu syarat terbitnya IUPK. Kalau tidak selesai, transaksi tidak jadi,” katanya.
Dia mengatakan, isu lingkungan tersebut sangat penting karena sebagai syarat mendapatkan pinjaman dari perbankan internasional. Pasalnya, jika isu lingkungan itu tidak selesai, maka 11 perbankan luar negeri yang rencananya menyokong dana kepada Inalum menjadi terhambat. Akibatnya, transaksi saham divestasi senilai USD3,85 miliar sesuai tertuang dalam pokok-pokok perjanjian (Head of Agreement/HoA) pada Juli 2018 terancam batal
Meski begitu, pihaknya tetap menargetkan pembayaran divestasi bisa selesai tahun ini. Pihaknya meyakini jika masalah lingkungan segera selesai karena telah dikonsolidasikan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Dalam perjanjian sudah dipastikan dan angka lingkungan tersebut sudah diperhitungkan dan dikonsolidasikan dengan KLHK. Memang yang berwenang adalah KLHK,” ucapnya.
(Feb)
(Rani Hardjanti)