JAKARTA - Para pelaku bisnis di Indonesia mengharapkan pembangunan infrastruktur terus menjadi prioritas pembangunan. Sebanyak 58% dari pelaku bisnis itu mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal benar-benar direalisasikan.
Berdasarkan survei Grant Thornton International Business Report (IBR) di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) yang dirilis per kuartal. Di laporan tersebut, Grant Thornton menyelami faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong tingginya optimisme bisnis dan menemukan fakta bahwa infrastruktur muncul sebagai peluang utama bagi kebanyakan pelaku bisnis di ASEAN.
Baca juga: Indonesia-Belanda Fokus Realisasikan Pembangunan Tanggul Laut Jakarta
Menurut IBR per kuartal IV 2018, sebanyak 42% dari pelaku bisnis di kawasan ASEAN meyakini infrastruktur mendorong prospek pertumbuhan bisnis di kawasan, serta mendukung terciptanya sarana untuk meningkatkan kesejahteraan. Keyakinan ini didorong pesatnya urbanisasi, terutama untuk mendukung kebutuhan transportasi dan pergerakan barang. Pertumbuhan populasi rata-rata di berbagai negara di ASEAN periode 20152020 tercatat lebih dari 1%. Namun, di perkotaan pertumbuhan tersebut diperkirakan lebih besar; lebih dari dua kali lipat.
Partner-Business Advisory/Legal Services Grant Thornton Indonesia Kurniawan Tjoetiar mengungkapkan 58% dari total responden (para pelaku bisnis di Indonesia) mengharapkan pembangunan infrastruktur lokal benar-benar direalisasikan. Sedangkan di Filipina hasilnya hanya 48% dari responden. Di Indonesia lebih besar akibat kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo yang pada 2016 menguraikan agenda pembangunan yang mana USD327 miliar akan dialokasikan untuk mengembangkan berbagai proyek prasarana atau infrastruktur termasuk jalan, bandar udara, dan jaringan kereta api.
"Keinginan tinggi untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia mencerminkan kebijakan pemerintah. Dana signifikan dialokasikan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, dan para pelaku bisnis sangat menantikan berbagai peluang dari infrastruktur yang bertambah baik, ujar Kurniawan di Jakarta, kemarin (29/11).
Secara umum, survei Grant Thornton ini menyatakan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik pesat, yang didorong kinerja berbagai negara di ASEAN. Yang mana negara-negara ini memiliki prospek pertumbuhan lebih dari 5% hingga 2022.
Baca Juga: Mengintip Underpass Karangsawah yang Pecah Kemacetan
Optimisme di kalangan pelaku bisnis di ASEAN juga mencapai level baru, yakni 64%. Ini lebih tinggi dibandingkan rata-rata optimisme di Asia Pasifik yang berada di level 55% dan Global di 54%.
Meski optimisme bisnis terhitung tinggi, di saat sama ada kekhawatiran terhadap perubahan iklim, serta dampak bencana alam yang belakangan ini juga dianggap sebagai ancaman nyata, selain ancaman konflik antarwilayah. Namun, para pelaku bisnis tetap meyakini kerja sama antarwilayah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mampu mengatasi berbagai risiko yang disebabkan faktor lingkungan tersebut.
Kerja Sama Antar-Wilayah Prioritas
Selain pentingnya infrastruktur, pelaku bisnis di ASEAN juga setuju bahwa peningkatan kerja sama ekonomi ASEAN adalah peluang terbesar berikutnya untuk kawasan Asia Pasifik. Ini disetujui oleh 36% dari total responden.
Kerja sama antarwilayah yang semakin gencar sejak MEA ditetapkan pada 2015, dipandang semakin penting. Seperti ASEAN dengan China meski ada masalah perbatasan di Laut China Selatan. Apalagi China dan negara-negara ASEAN menyepakati rancangan kode etik pada awal tahun ini untuk menyelesaikan perselisihan perbatasan tersebut. Hal ini menunjukkan kemajuan menggembirakan. Namun, pelaku bisnis membutuhkan lebih banyak kepastian sebelum konflik antarkawasan benar-benar reda.
Peluang bisnis di ASEAN sangat signifikan, khususnya untuk bisnis yang terlibat dalam perbaikan infrastruktur digital dan fisik yang mendukung gelombang baru pembangunan. Karena itu, hubungan ekonomi dan bisnis di seluruh ASEAN perlu dipastikan bebas konflik agar tercipta kerja sama antarwilayah yang positif, kata Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani.
Penelitian kami juga mengidentifikasi bahwa kerja sama yang mampu mengembangkan potensi sumber daya di tiap negara diperlukan untuk mengurangi tantangan bisnis di masa depan. Hal tersebut akan meletakkan fondasi kuat untuk pertumbuhan yang berkelanjutan, pungkas Johanna Gani.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)