JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) terus membangun infrastruktur di berbagai daerah saat megawal pemerintahan. Dalam hal ini, berbagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terjun langsung membantu pengerjaan proyeknya lewat berbagai pembiayaan-pembiayaan dari dalam negeri.
Direktur Keuangan PT Rajawali Nusantara Indonesia M Yana Aditya mengatakan, BUMN mulai mencari sumber pendanaan lain demi membiayai proyek infrastruktur pada tahun depan. Diperkirakan BUMN mulai melirik pendanaan surat utang (obligasi) melalui pasar modal.
"Kita bangun infrastruktur yang jangka panjang 25-30 tahun. Gimana menyesuaikan pembiayaannya biar matching? Prediksi saya di 2019 akan terbit obligasi-obligasi baru," ujarnya di The Atjeh Connection Sarinah, Jakarta, Sabtu (15/12/2018).
Baca Juga: Realisasikan Skema KPBU, Pemerintah Bangun Sistem Penyedia Air Minum di Semarang
Prediksi tersebut dengan melihat kondisi makroekonomi saat ini di mana Bank Indonesia (BI) sejak Mei lalu terus menaikkan suku bunga acuannya. Hal ini membuat suku bunga pinjaman kredit juga ikut naik.
Seperti diketahui, BI mulai mengubah stance kebijakannya menjadi selangkah ke depan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Oleh karenanya, BI hingga saat ini telah menaikkan suku bunga acuan secara bertahap sebanyak 175 basis poin dari 4,25 persen menjadi 6 persen.
"Kami lihat di pasar cukup ketat karena pembangunan bisnis kami membutuhkan pembiayaan. Begitu suku bunga naik diikuti bunga pinjaman, maka kita harus hitung ulang kira-kira instrumen (pembiayaan) apa yang pas," ucapnya.
Selain itu, tahun depan imbal hasil obligasi yang diterbitkan tahun 2015 akan akan jatuh tempo sebanyak Rp86 triliun. Oleh karenanya, dia yakin akan ada perputaran obligasi baru pada tahun depan terutama obligasi BUMN.
Kendati demikian, hingga saat ini pertumbuhan kredit perbankan terus naik hingga melebihi pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK). Lonjakan pertumbuhan kredit ini disebabkan banyaknya kredit yang diambil untuk membangun infrastruktur.
"Kami sebagai pelaku melihat bahwa ini sebagai rasa optimis bahwa yang namanya pembangunan itu optimis, memang yang harus kita kelola adalah biayanya," kata dia.
Baca Juga: Sri Mulyani Blak-blakan Biaya Pembangunan Infrastruktur
Namun, dengan berbagai pertimbangan tersebut pelaku usaha terutama BUMN berusaha mendapatkan instrumen pembiayaan yang lebih pas untuk bisnisnya. Tentunya dengan mempertimbangkan skema poembiayaan yang murah dan mudah.
"Apakah kita akan tetap gunakan kredit bank yang dibuktikan OJK per Oktober terus naik itu atau lari ke pasar modal kita terbitin obligasi?" tuturnya. (Isna Rifka Sri Rahayu)
(Rani Hardjanti)