Sementara struktur impor berikutnya yaitu barang modal sebesar 15,35% (USD2,59 miliar) dan barang konsumsi 8,49% (USD1,43 miliar). Secara tahunan atau perubahan November 2018 terhadap November 2017, impor barang konsumsi meningkat 6,79%, bahan baku meningkat 15,56% dan barang modal menurun 2,13%. "Kalau impor (barang konsumsi) masih besar, maka industri harusnya tumbuhnya tidak di bawah ekonomi nasional. Kalau benar impor barang konsumsi meningkat, juga berpotensi industri dan sektor riil bisa terdampak negatif," kata Enny.
Ia juga menilai sektor jasa merupakan persoalan fundamental dan struktural yang berkontribusi besar terhadap pelebaran defisit neraca transaksi berjalan. "Di antaranya jasa transportasi yang melayani kegiatan perdagangan internasional. Kalau pemerintah mau menyelesaikan secara komprehensif, perlu mulai mendesain apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi tekanan dari defisit neraca jasa," kata Enny.
Ia menjelaskan bahwa salah satu langkah yang bisa dilakukan pemerintah adalah pengembangan pusat logistik nasional, misalnya di Batam. Apabila impor hanya sampai ke Batam, maka pelayaran di dalam negeri tidak perlu pakai jasa transportasi asing. "Itu akan menyelesaikan defisit neraca jasa secara signifikan. Jadi yang melayani impor jasa di perairan dalam negeri adalah pelayaran domestik dan kontribusi menekan CAD akan signifikan," ujar Enny.
Baca Juga: Penerimaan Negara Tembus Rp1.936 Triliun, Menteri Darmin: Bagus Dong