“Dengan demikian, Perda tidak overprotektif,” sebut Soeseno. Soeseno mengatakan, keluaran dari proses pembuatan perda seharusnya seimbang dan memberi solusi agar kesempatan usaha tetap ada. Selain pengaturan kawasan tanpa rokok (KTR), sejumlah daerah telah mengambil inisiatif memberlakukan pengaturan iklan dan larangan pemajangan produk rokok di toko ritel yang bertentangan dengan peraturan nasional. Enny Sri Hartati, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengatakan pengaturan KTR harus tetap memperhatikan kepastian usaha agar laju perekonomian tidak terganggu. “Pengaturan KTR harus proporsional, di mana hak nonperokok dilindungi tanpa menghilangkan kepastian usaha karena akan berdampak pada penerimaan pemerintah daerah maupun pusat,” kata Enny.
Perda KTR juga akan memberikan dampak turunan terhadap penyerapan hasil tani dan tenaga kerja lainnya. Enny meminta semua pihak duduk bersama agar tidak ada kelompok yang dirugikan. Sebelumnya, terkait penerbitan Perda KTR di beberapa daerah, Direktur Produk Hukum Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sukoyo mengatakan saat ini sedang mencermati sejumlah peraturan daerah yang dianggap tidak berpihak pada investasi.
“Kami mendorong Pemda mencermati kembali semua Perda yang dianggap menghambat iklim investasi dan mana kala ditemukan untuk segera dilakukan perubahan dan diharmonisasi dengan undang-undang maupun PP-nya,” katanya.
(Sudarsono)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)