JAKARTA - Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China saat ini kembali memanas. Hal tersebut menyusul aksi saling balas mengenakan bea masuk antara AS dan China.
Kementerian Keuangan China baru saja mengumumkan pengenaan tarif impor baru mulai dari 5%-25% terhadap 5.140 produk AS yang bernilai USD60 miliar pada 1 Juni 2019 mendatang. Aksi itu merupakan tindakan balasan setelah Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif impor atas produk China senilai USD200 miliar dari 10% menjadi 25%.
Menanggapi hal tersebut, Dewan Pembina Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bayu Krisnamurthi mengatakan, perang dagang yang kembali memanas ini berdampak langsung kepada industri kelapa sawit Indonesia. Sebab perang dagang dapat membuat harga dari minyak sawit mengalami penurunan dalam beberapa periode ke depan.
"Bagaimana bisa menyerang harga? Karena sekarang minyak nabati asal AS, minyak kedelai, harganya sudah turun sampai 50%. Kalau harga minyak kedelai jatuh, harga minyak sawit juga akan terus tertekan," ujarnya saat ditemui dalam acara Buka Puasa Bersama GAPKI di Hotel Grand Hyatt, Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Baca Juga: Diskriminasi Kelapa Sawit, Pemerintah Siap Gugat ke WTO