JAKARTA - Industri mebel dalam negeri kini tengah berjibaku untuk melawan produk-produk impor yang masuk ke Indonesia. Sebab, pengusaha luar negeri mulai mencium aroma pundi-pundi uang dari produk mebel yang dijual di Indonesia.
Apalagi Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri mebel. Tidak hanya karena bahan baku yang melimpah, sumber daya manusia (SDM) terampil, tetapi juga keragaman corak dari budaya lokal yang unik.
Selain itu, kebutuhan mebel yang meningkat dari tahun ke tahun menjadikan industri ini cukup potensial untuk pertumbuhan ekonomi nasional melalui pasar ekspor.Dari sisi bahan baku rotan misalnya, negara kita berpotensi besar karena merupakan penghasil 80% bahan baku rotan dunia dengan 312 jenis spesies rotan yang bisa dimanfaatkan.
Tercatat, nilai ekspor mebel pada Januari 2019 sebesar USD113,36 juta atau sekitar Rp1,61 triliun. Sementara itu sepanjang tahun lalu, nilai ekspor furnitur nasional tembus hingga USD1,69 miliar, ekuivalen dengan Rp24 triliun atau naik sebesar 4% bila dibandingkan dengan raihan pada 2017 lalu.
Selanjutnya nilai ekspor dari produk kriya nasional pada Januari–November 2018 mampu mencapai USD823 juta, naik bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD820 juta. Industri kerajinan di Indonesia sejatinya jumlahnya cukup banyak, yakni lebih dari 700.000 unit usaha dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 1,32 juta orang.
Dengan negara tujuan utama Amerika Serikat (AS), Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Australia, Belgia, Korea Selatan, Taiwan, Jepang, Italia, dan Uni Arab Emirat, ekspor furnitur pada 2019 diprediksi tumbuh di kisaran 10% sampai 15% tahun ini. Pertumbuhan itu salah satunya disebabkan meningkatnya permintaan pasar AS seiring dengan bergulirnya perang dagang.