JAKARTA - Maskapai PT Garuda Indonesia Tbk angkat bicara soal hasil pemeriksaan laporan keuangan yang diumumkan oleh Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hari ini. Menurutnya keputusan tersebut tidak proporsional.
"Hasil pemeriksaan Kementerian Keuangan dan OJK yang menyatakan laporan keuangan Garuda Indonesia, khususnya pencatatan kerjasama inflight connectivity dengan Mahata, adalah hasil rekayasa, menurut hemat kami tidak proporsional dan keputusan tersebut sangat premature," ujar VP Corporate Secretary PT Garuda Indonesia Tbk M Ikhsan Rosan, dalam keterangan tertulisnya kepada Okezone, Jumat (28/6/2019).
Baca Juga : Auditor Laporan Keuangan Garuda Indonesia Dibekukan Setahun
Kendati demikian, menurut Ikhsan, pihaknya menghormati pendapat regulator dan perbedaan penafsiran atas laporan keuangan tersebut. "Kami akan mempelajari hasil pemeriksaan tersebut lebih lanjut," ujarnya.
Baca Juga : Laporan Keuangan Janggal, Saham Garuda Anjlok 5%
Seperti yang diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Apa sanksinya?
a. Pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor Independen (LAI); dan
Baca Juga : Bermasalah, Sri Mulyani Jatuhkan Sanksi Auditor Laporan Keuangan Garuda Indonesia
https://img-z.okeinfo.net/okz/500/library/images/2019/01/26/1rf6ns3txu2gqx6avia4_16114.jpg
b. Peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019) kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
Dasar pengenaan sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011 dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.
(Rani Hardjanti)