BOGOR - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran menterinya menghapus segala regulasi penghambat perdagangan, baik soal ekspor maupun impor guna mengejar pertumbuhan ekonomi mencapai 5,4 persen.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, Presiden Jokowi sudah berulang kali menegaskan kepada jajaran kabinet agar mengatasi persoalan regulasi yang menghambat faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Baca juga: JK Bekali Ma'ruf Amin Jurnal Ekonomi dan Tugas Jadi Wapres
"Poinnya Presiden mengulang lagi, apa instruksi yang sudah disampaikan berkali-kali terutama kepada beberapa kementerian," ujar Bambang di Istana Bogor, Senin (8/7/2019) kemarin.
Bambang menerangkan, berdasarkan kajian Bappenas tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 paling tinggi 5,3 persen. Angka itu pun didapat meski telah melakukan berbagai cara oleh semua kementerian dan lembaga.
Baca juga: Alasan Bank Dunia Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI
Bambang mengatakan, Kementerian PPN/Bappenas menawarkan tiga skenario dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dijalankan semua kementerian/lembaga.
"Ada skenario rata-rata pertumbuhan ekonomi 5 tahun ke depan 5,4 persen skenario dasar, kemudian skenario moderat 5,7 persen per tahun, dan skenario optimis 6 persen per tahun," tuturnya.
Menurut dia, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 5,4 persen per tahun, maka harus menghilangkan faktor utama yang menjadi penghambatnya, yaitu regulasi dan institusinya.
"Institusi artinya birokrasi pemerintahan masih dianggap belum cukup handal untuk bisa memudahkan investasi maupun melancarkan di sektor perdagangan itu. Sedangkan di regulasi, hambatan utamanya adalah masih banyaknya regulasi atau implementasi regulasi yang mengakibatkan ekspor memakan waktu 4,5 hari," tuturnya.
Baca juga: Sidang Putusan MK Tak Pengaruhi Ekonomi, Justru Pertemuan Xi Jinping dan Trump yang Dominan
"Ini lebih tinggi dibandingkan negara-negara tetangga, Singapura setengah hari, Vetnam, Thailand yang sekitar 2 harian," sambung Bambang.
Ia pun mengusulkan pentingnya melakukan penataan atau penghapusan regulasi, khususnya yang menghambat investasi maupun perdagangan agar menjadi lebih cepat.
"Kita lebih lama dan lebih mahal dari negara tetangga itu saja membuktikan dari segi daya saing pun Indonesia masih harus mengejar ketertinggalan dibandingkan negara tetangga. Jadi kuncinya kepada penataan kembali regulasi dan implementasi dari regulasi di lapangan," tandasnya.
(Fakhri Rezy)