JAKARTA - Sriwijaya Air disarankan untuk menghentikan operasi atas inisiatif sendiri. Pasalnya, manajemn dinilai tidak serius dalam membenahi aspek utamanya keselamatan.
Kapten Toto Soebandoro sekaligus Director of Quality, Safety and Security Sriwijaya Air dalam surat yang ditujukan pada Pelaksana Tugas Direktur Utama Sriwijaya Air JJefferson I Jauwena mengatakan, untuk mempertahankan safe for flight, Direktur Direktorat Kelaikanudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) melaksanakan pengawasan dan evaluasi kegiatan operasi penerbangan berdasarkan kemampuan yang dimiliki Sriwijaya Air.
Baca Juga: Kisruh Sriwijaya Air, Bagaimana Kelanjutan Kerja Sama dengan Garuda?
Dia pun menindaklanjuti DKPPU dengan menggelar pertemuan dan diskusi bersama Direktur Teknik pada 28 September 2019 untuk mendengar laporan dari pelaksana di lapangan, serta laporan dari inpector DGCA yang terus mengawasi.
Dari laporan tersebut diketahui bahwa ketersediaan tools, equipment, minimum spare dan jumlah qualified engineer yang ada ternyata tidak sesuai dengan laporan yang tertulis dalam kesepakatan yang dilaporkan kepada Dirjen Perhubungan Udara dan Menteri Perhubungan. Termasuk bukti bahwa Sriwijaya Air belum berhasil melakukan kerjasama dengan JAS Engineering atau MRO lain terkait dukungan line maintenance.
"Hal ini berarti risk index masih berada dalam zona merah 4A (tidak dapat diterima dalam situasi yang ada), yang dapat dianggap bahwa Sriwijaya Air kurang serius terhadap kesempatan yang telah diberikan pemerintah untuk melakukan perbaikan," terangnnya, Senin (30/9/2019).
Dengan menimbang hal tersebut, pertama keterbatasan direktorat teknik untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan dengan baik. Kedua, belum adanya laporan keuangan sampai dengan batas waktu yang telah ditentukan, dan ketiga catatan temuan ramp check yang dilakukan oleh inspector DGCA.
Baca Juga: Takut Merugi, Sriwijaya Air Tak Ajukan Penerbangan Tambahan untuk Mudik Lebaran
Oleh karenta itu, Kapten Toto menilai pemerintah sudah mempunyai cukup bukti dan alasan untuk menindak Sriwijya Air stop operasi karena berbagai alasan. Apalagi, rekomendasi ini setelah diskusi dengan direktur teknik dan direktur operasi sebagai pelaksana safety.
"Lami merekomendasikan Sriwijaya Air menyatakan stop operasi atas inisiatif sendiri atau melakukan pengurangan operasional disesuaikan dengan kemampuan untuk beberapa hari ke depan, karena alasan memprioritaskan safety," ujarnya.
"Hal ini akan menjadi nilai lebih bagi perusahaan yang benar-benar menempatkan safety sebagai prioritas utama," sambung dia.
Menurut dia, jika dalam beberapa hari kemudian Sriwijaya Air dengan persiapan yang lebih matang telah merasa siap kembali untuk beroperasi, maka manajemen cukup melaporkan kepada DKPPU untuk kemudian lebih mudah memperoleh izin terbang kembali.
Sebaliknya, jika Sriwijaya dinyatakan stop operasi karena tidak comply terhadap standar dan regulasi yang berlaku, maka akan jauh lebih sulit untuk mendapatkan izin terbang kembali, dan menjadi preseden buruh di mata seluruh stakeholder dan masyarakat umum.
"Memang risiko belum tentu terjadi, tetapi menganalisis dari indikasi yang terjadi dan proses yang ditemukan merupakan hazard yang berpotensi menggangu keselamatan penerbangan dan mendatangkan sanksi terhadap perusahaan dan personil jika dianggap dengan sengaja melanggar atas pasal dari UU Nomor 1 2009 tentang Penerbangan," tuturnya.
Hingga berita ini diturunkan, Okezone masih menunggu konfirmasi kondisi terkini dari Sriwijaya Air.
(Feby Novalius)