7. Sri Mulyani nilai perlunya kewaspadaan perlambatan konsumsi dan investasi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, perlu mewaspadai komponen pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan pertumbuhan pada kuartal IV-2019. Konsumsi rumah tangga dan investasi pertumbuhannya melambat jadi di bawah 5%.
"Kuartal IV-2019 harus kita waspadai, konsumsi turun di bawah 5% yaitu 4,97%, serta pertumbuhan investasi hanya 4% jauh di bawah yang kita harapkan di sekitar 6%," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Jumat (7/2/2020)
Kewaspadaan ini dinilainya perlu untuk dilakukan karena kedua komponen tersebut merupakan penopang utama perekonomian Indonesia. Konsumsi rumah tangga berkontribusi 57,32% pada Produk Domestik Bruto (PDB) dan PMTB sebesar 33,80% terhadap PDB.
"Itu variabel yang sangat penting dalam perekonomian kita dari sisi domestik," tambahnya.
8. Papua dan Maluku alami Ppertumbuhan ekonomi negatif
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi tak terjadi di seluruh pulau di Indonesia. Ekonomi Pulau Maluku dan Papua mengalami pertumbuhan negatif sebesar 7,40%. Terdiri dari pertumbuhan di Maluku 5% dan Maluku Utara 6,3%, sedangkan Papua negatif 15,72%.
"Yang membuat (pertumbuhan Pulau Maluku dan Papua) menarik ke bawah karena pertumbuhan ekonomi di Papua kontraksi negatif 15,72%," jelas Suhariyanto.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang negatif sudah terjadi di Papua sejak kuartal IV-2018. Pada periode itu pertumbuhan ekonomi Papua tercatat negatif 17,95%, padahal kuartal sebelumnya mampu tumbuh 6,20%. Pada kuartal I-2019 tercatat tumbuh negatif 18,66%, kuartal II-2019 negatif 23,91%, kuartal III-2019 negatif 15,05%, dan kuartal IV-2019 negatif 3,73%.
Penurunan pertumbuhan ini dijelaskan Suhariyanto merupakan imbas dari penurunan produksi tambang PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Papua. Perusahaan melakukan peralihan sistem tambang ke underground atau penambangan bawah tanah.
"Penyebab utamanya adalah Freeport, penurunan produksi karena ada pengalihan sistem tambang," katanya.
Baca Juga: The Fed: Virus Korona Ancam Prospek Ekonomi Global
9. Presiden Jokowi komentari angka pertumbuhan ekonomi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik realiasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,02% di sepanjang tahun 2019. Menurutnya, sangat sulit mempertahankan pertumbuhan ekonomi di level 5% ditengah kondisi ketidakpastian ekonomi.
"Alhamdulillah ini juga patut kita syukuri bahwa pertumbuhan ekonomi masih di atas 5%, 5,02%. Patut kita syukuri, yang lain-lain bukan turun, anjlok," ujarnya di Istana Kepresidenan, Rabu (5/2/2020).
Jokowi juga menyampaikan, dirinya senang komunikasi antara otoritas moneter yakni Bank Indonesia (BI) dengan pemerintah berjalan baik dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi.
"Saya kira kebijakan moneter oleh BI yang sangat prudent, kebijakan perbankan oleh OJK yang sangat prudent, itu sangat baik. Juga kebijakan fiskal kita yang sangat prudent, hati-hati itu juga sangat penting sekali, sehingga kita juga patut bersyukur bahwa beberapa rating agency juga memberikan kita kenaikan," tuturnya.
10. Permintaan domestik topang angka pertumbuhan RI
BI menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,02% sepanjang 2019 tetap berdaya tahan di tengah kinerja perekonomian dunia yang melambat. Mengutip keterangan BI, pertumbuhan ekonomi tersebut ditopang permintaan domestik yang tetap baik sedangkan kinerja ekspor menurun.
Permintaan domestik yang terjaga dipengaruhi stabilnya konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,04% pada 2019, tidak banyak berbeda dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya sebesar 5,05%. Konsumsi rumah tangga yang terjaga didorong inflasi yang terkendali dan tingkat keyakinan konsumen yang tetap baik.
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (LNPRT) meningkat dari 9,10% pada 2018 menjadi 10,62%, didorong dampak positif penyelenggaraan pemilu 2019. Permintaan domestik juga didukung oleh investasi yang tetap tinggi, terutama investasi bangunan yang tumbuh 5,37%, tidak jauh berbeda dari kinerja 2018 sebesar 5,41%.
Sedangkan ekspor yang menurun sejalan dengan melambatnya permintaan global dan menurunnya harga komoditas global.
(Fakhri Rezy)