JAKARTA - Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengkampanyekan mengenai kondisi new normal akibat pandemi virus corona. Pemerintah mengklaim kondisi new normal membuat kegiatan atau aktivitas termasuk bisnis berubah.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Berly Martawardaya mengatakan, dalam penerapan new normal yang perlu mendapatkan perhatian adalah pada sektor industri. Sebab menurutnya, beberapa pabrik perlu dilakukan adjustment untuk menyesuaikan protokol kesehatan yang ketat sesuai arahan pemerintah.
Baca Juga: New Normal, Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Wajib Rapid Test
Salah satu contohnya adalah mengenai physical distancing atau menjaga jarak. Pabrik-pabrik perlu mengatur para karyawan yang masuk untuk diatur jaraknya sekitar 2 meter setiap tempat.
"Yang perlu paling banyak adjustment memang pabrik karena perlu jaga jarak 2 meter," ujarnya saat dihubungi Okezone, Sabtu (30/5/2020).
Jaga jarak ini membuat pabrik juga harus melakukan penyesuaian pada jam kerja. Mengingat hanya akan ada sedikit pegawai saja yang diizinkan untuk masuk kerja kembali.
"Jadi lebih sedikit buruh yang masuk pabrik di 1 shift," kata Berly.
Baca Juga: New Normal di Kantor, Apa yang Harus Dipersiapkan Karyawan Paranoid?
Oleh karena itu lanjut Berly, pabrik-pabrik ini perlu menambah jumlah shift yang ada di perusahaan. Misalnya yang semula hanya ada dua shift saja, pabrik diminta untuk menyiapkan karyawannya untuk membagi ke dalam 3 shift.
"Sehingga make sense tambah shift. Dari 1 ke 2 atau dari 2 ke 3," ucapnya
Meskipun begitu, Berly meminta kepada pemerintah untuk tidak menggunakan istilah-istilah asing seperti new normal. Sebab menurutnya, tidak semua masyarakat paham apa yang dimaksud dengan kondisi new normal.
"Kritik saya yang pertama bahwa jangan pakai bahasa inggris. Tatanan hidup aman covid atau sebangsanya lah. Yang lancar english di Indonesia masih sedikit," kata Berly.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)