JAKARTA - Beberapa ruas jalan tol mengalami kenaikan atau penyesuaian tarif di awal 2021 ini secara serentak. Sontak hal ini mendapatkan banyak respon dari masyarakat yang meminta agar kenaikan tarif tol untuk ditunda.
Mengingat penyesuaian tarif tol dilakukan pada masa pandemi covid-19 di mana masyarakat banyak yang mengalami kesulitan secara ekonomi. Namun, apakah bisa penyesuaian atau kenaikan tarif tol dilakukan penundaan?
Baca Juga: Tarif Tol Naik di Tengah Covid-19, BPJT: Yang Terdampak Pandemi Bukan Cuma Masyarakat
Kepala Bagian Umum Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Mahbullah Nurdin mengatakan, penundaan kenaikan tarif tol bisa saja dilakukan penundaan. Namun dengan syarat Standar Pelayanan Minimal (SPM) dari jalan tol tersebut tidak bisa dipenuhi oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT).
“Penundaan penyesuaian tarif hanya bisa kalau SPM-nya tidak terpenuhi. Itu saja klausulnya,” ujarnya saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (29/1/2021).
Jika mengacu pada Peraturan Menteri PU No. 392/PRT/M/2005, standar pelayanan minimum jalan tol dapat diukur dari beberapa unsur. Seperti, kondisi jalan tol, kecepatan tempuh rata-rata, aksesibilitas, mobilitas, keselamatan dan pertolongan pertama.
Baca Juga: 9 Ruas Tol Dijual, Waskita Masih Boleh Ikut Lelang Proyek
Adapun kondisi jalan dinilai dari kekesatan, ketidakrataan dan tidak ada lubang. Sementara itu syarat dari kecepatan tempuh, besaran tolok ukur dibedakan untuk jalan tol dalam kota dan jalan tol luar kota.
Untuk jalan tol dalam kota disyaratkan kecepatan tempuh rata-rata lebih dari atau sama dengan 1,6x jalan non tol. Sedangkan untuk jalan tol luar kota kecepatan tempuh rata-rata harus lebih dari atau sama dengan 1,8x jalan non tol.
Indikator untuk aksesibilitas meliputi kecepatan transaksi dan jumlah gardu tol. Tolak ukur yang digunakan dibedakan untuk sistem transaksi terbuka dan sistem transaksi tertutup.