Masyarakat harus belajar
Iming-iming ingin cepat kaya, ditambah dengan perilaku masyarakat yang "malas belajar dan suka ikut-ikutan" membuat penipuan semacam ini terus terjadi.
"FOMO (fear of missing out atau takut ketinggalan). Dengar temannya ikut, dia juga ikut masuk," ujar Rhenald.
Oleh sebab itu, Tongam dan Rhenald mengimbau masyarakat untuk memahami terlebih dahulu investasi apa yang mau dilakukan dan memperhatikan legalitasnya.
Izin setiap situs, kata Tongam, bisa dicari di situs kementerian terkait. Misalnya untuk perdagangan komoditas bisa ke Kementerian Perdagangan, jasa keuangan ke Kementerian Keuangan, dan koperasi ke Kementerian Koperasi dan UKM.
"Jangan sampai tak lihat legalitasnya. Cek legalitasnya," kata Tongam.
Selain soal legalitas, masyarakat juga harus bisa menilai apakah investasi tersebut masuk akal atau tidak. Penawaran keuntungan fixed dan profit sharing dalam perdagangan seperti robotrading, kata dia, harus diwaspadai karena perdagangan bisa naik turun, tidak ada keuntungan yang fixed.
Oleh sebab itu, sebelum menginvestasikan uangnya, Rhenald meminta masyarakat menginvestasikan waktu untuk belajar, terutama soal "membaca risiko" dalam berinvestasi.
"Dari berbagai kejadian sejak 20 tahun yang lalu, itu menunjukkan masyarakat kita tidak mampu membaca risiko," kata Rhenald.
Di situlah peran otoritas dalam bidang keuangan dinilai diperlukan untuk mengedukasi masyarakat agar mereka bisa waspada.
Tongam mengatakan pihaknya telah melakukan edukasi investasi kepada masyarakat agar terhindar dari investasi ilegal, selain melakukan penindakan terhadap pelanggaran. SWI, kata Tongam, kerap melakukan edukasi melalui webinar, media, sampai jasa transportasi.
"Prinsip investasi itu learn before you earn," kata Rhenald.
(Taufik Fajar)