Dalam hal ini, menurut Pingkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu direvisi atau diamandemen karena belum menyesuaikan diri dengan perubahan, tantangan dan risiko yang timbul dari transformasi digital yang berjalan pesat ini.
“Berdasarkan penelitian CIPS, meskipun UU PK secara umum telah menjabarkan hak-hak konsumen, UU ini masih belum mengakomodasi hak-hak konsumen dalam transaksi digital sebab beberapa ketentuan terkait transaksi digital belum dibahas secara memadai. Revisi dibutuhkan untuk menjawab berbagai perkembangan dalam transformasi digital,” jelasnya.
CIPS meyakini proses transformasi digital untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera, membutuhkan partisipasi dari berbagai pihak baik pemerintah maupun non pemerintah, terutama dalam pembuatan kebijakan, agar kebijakan yang ada dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan tidak menimbulkan resistensi.
(Taufik Fajar)